Tsukishima Kei - Pride
Pride
Tsukishima Kei x Reader
___________________
Semua sudah terlambat saat tasmu mendarat tepat di wajah si pirang berkacamata itu. Kau sudah menahan emosimu agar tak mengirim impuls yang kemungkinan berbahaya bagi seseorang, tapi sekali lagi, semua sudah terlambat.
“Rasakan!” Lontarmu ketus, ketika si pirang jangkung yang menjadi korbanmu itu kini menggelepar setengah duduk, dengan raut terkejut kentara di sana. “Kalau punya dendam pribadi padaku, katakan saja langsung!”
Salah satu kawannya —Yamaguchi Tadashi— datang untuk memberikan bantuan, tapi seperti dugaanmu, dia menepisnya dengan kasar.
Kau membalikkan tumit lalu mulai berlalu meninggalkan gimnasium, tidak peduli Hitoka, teman karibmu terus memanggil.
Hingga kelas berakhir, kau masih terus memikirkan apa yang membuat Tsukishima Kei —korban kekerasanmu pagi ini— begitu tidak menyukaimu bahkan sejak awal kau datang ke gimnasium, tempat para anggota klub bola voli berlatih. Padahal kau hanya membantu Hitoka, sahabatmu yang merupakan manajer dari klub tersebut. Tidak adanya orang yang mau menempati posisi sebagai manajer baru membuat Hitoka harus mengurus semua kebutuhan dan pekerjaan di klub. Lalu tepat sebulan lalu, temanmu itu memintamu untuk membantunya.
Kau cukup supel untuk bisa cepat akrab dengan yang lain. Tapi Tsukishima, dia adalah pengecualian. Kalian saling mengenal sejak sekolah dasar, pun dengan Yamaguchi. Namun hingga saat ini kalian tidak pernah dalam keadaan saling akrab, atau bahkan bisa dibilang hubunganmu dengannya justru buruk karena alasan yang bahkan tidak kau ketahui.
Semua orang di klub bilang bahwa mengucapkan kalimat sarkas adalah salah satu keahliannya dan kau tahu itu karena Tsukishima bukan orang yang baru saja kau kenal. Kau hanya perlu mengabaikannya karena itu adalah hal biasa, sebiasa perang mulut antara Hinata Shoyo dan Kageyama Tobio. Tapi kendali pada emosimu terlepas di saat latihan pagi hari ini. Ketika dia bilang bahwa kau membuntuti Hitoka hanya karena kau ingin perhatian dari banyak laki-laki di klub bola voli.
Sebagai gadis yang seumur hidupmu belum pernah merasakan bagaimana itu pacaran, sekali dua kali kau memang berkeinginan untuk memiliki pasangan seperti banyak rekanmu yang lain. Tapi bukan berarti seluruh tindakmu bisa dikaitkan dengan keinginanmu itu. Dan kau tersinggung saat Tsukishima menganggapmu tak lebih dari gadis genit yang gemar menggoda lelaki.
Membayangkan dirimu berlaku demikian saja sudah membuatmu merinding.
Sejak hari itu, kau berhenti datang ke gedung olahraga meskipun Hitoka berkali-kali meminta maaf, dan walaupun bukan dia yang seharusnya minta maaf. Tidak berakhir di situ, beberapa anggota klub turut memintamu kembali, termasuk kapten tim, Ennoshita.
Sayangnya, suara mayoritas yang nampak membelamu itu tak merubah keputusanmu untuk tidak datang ke gimnasium. Kalau hanya untuk bertemu dengan si berengsek itu, lebih baik kau berdiam diri tanpa melakukan apa pun.
Sampai suatu hari kau bertemu dengan teman karib dari si jangkung, Yamaguchi. Kau bertemu dengannya di tengah waktu istirahat, ketika kalian sama-sama menuju mesin penjual otomatis untuk membeli minuman. Sama seperti yang lain, dia memintamu untuk datang kembali ke gimnasium.
“Kudengar Hitoka menyebarkan selebaran baru untuk menemukan seseorang yang akan membantunya. Kalian juga akan segera menemukan orang yang membantu kalian dengan tulus, bukan sepertiku yang hanya ingin perhatian kalian saja!” Ucapmu, setelah menyeruput habis isi strawberry au lait yang kau beli sebelumnya.
Yamaguchi terlihat menciut begitu melihatmu masih terbawa emosi. Tapi diaa masih sempat menyebut nama Tsukishima Kei sebelum meninggalkanmu bergeming sendirian sambil mencoba mencerna apa yang baru saja bocah dengan bintik pada kedua pipinya itu katakan.
“Tsukki hanya tidak pandai mengungkapkan perasaannya, jadi tolong jangan sekeras itu padanya ....”
Hah?
Kau bahkan tidak habis pikir, apa yang Yamaguchi maksud dengan 'sekeras itu padanya'.
Sekitar seminggu berlalu sejak kau memutuskan untuk tidak lagi datang ke gimnasium. Kau yang tidak bergabung dalam klub apa pun lebih banyak bermain dengan teman sebayamu, atau langsung pulang untuk mengisi kembali tenagamu yang habis karena pelajaran yang tidak bisa kau cerna setiap harinya.
Hari ini, secara acak kau bergabung dengan teman-teman sekelasmu ke karaoke, dan menghabiskan waktu di sana. Hari sudah cukup malam saat kau keluar dari gedung di mana tempat karaoke itu berada dan kau harus berpisah haluan dengan kawan-kawanmu yang kembali ke arah berlawanan dengan jalan pulang menuju rumahmu.
Berjalan sendirian di malam hari memang bukan pilihan yang bagus untuk seorang gadis dari sisi keamanan. Kau bahkan menambah frekuensi langkahmu berkali-kali lebih cepat sambil mengutuk dirimu sendiri yang terlalu bodoh untuk masih berada di luar di malam yang cukup larut bagi gadis SMA.
Mencoba fokus pada keselamatanmu, kau berkali-kali menoleh ke belakang. Memeriksa apakah ada orang asing yang mengikutimu, namun jalanan di belakangmu selalu kosong.
Jantungmu serasa hampir melompat keluar dari ronga dadamu ketika di sebuah persimpangan kau menabrak seseorang. Posturnya yang tinggi dan besar membuatmu ngeri dan berharap dia tak melakukan sesuatu padamu.
Tapi, perasaan itu hanya bertahan beberapa puluh detik hingga sosok di depanmu bersuara.
“Tidak datang ke gimnasium, jadi berkeliaran hingga larut malam begini yang kau lakukan setiap hari?”
Dari suaranya, kau tahu bahwa itu suara Tsukishima. Kau tidak menyukainya, tapi kau tidak bisa menyangkal bahwa kau cukup tenang bahwa bukan orang asing yang kau jumpa sekarang, melainkan Tsukishima Kei.
“Bukan urusanmu 'kan?”
Tidak ada yang perlu kau bicarakan dengannya, karena itu kau memilih untuk kembali berjalan. Kau tidak ingin malam semakin larut dan semakin membahayakan kalau kau memilih untuk menanggapinya.
Berapa puluh langkah terlewat saat kemudian kau menoleh, dan menemukan si jangkung berkacamata itu turut berjalan di belakangmu.
“Apa yang kau lakukan?” Tanyamu, ketus.
“Pulang.”
Kau tidak yakin apakah rumahnya searah dengan jalan menuju rumahmu, tapi terserah, setidaknya kau merasa kau memiliki kawan hingga perasaan aman mulai kembali dalam benakmu. Meskipun itu terdengar ironis, karena orang itu adalah Tsukishima.
Ya, Tsukishima. Yang entah mengapa membuatmu teringat akan pembicaraanmu dengan Yamaguchi beberapa waktu sebelumnya.
“Tsukki hanya tidak pandai mengungkapkan perasaannya, jadi tolong jangan sekeras itu padanya ....”
Sampai saat ini, kau masih berpikir keras dengan apa yang dimaksud oleh Yamaguchi beberapa waktu lalu. Namun, apa pun maksud dari perkataannya, itu tidak akan merubah kenyataan bahwa kau dan Tsukishima tidak ditakdirkan untuk hidup berdamai.
Sekitar lima belas menit berlalu sejak kalian jalan bersama, meskipun tidak beriringan. Kau sudah mulai melihat lampu-lampu jalanan yang familier, sebagai bagian dari kompleks di mana rumahmu berada. Kau mempercepat frekuensi langkahmu, lalu segera masuk ke dalam rumah tanpa bermaksud untuk basa-basi dengan si kacamata.
“Sampai jumpa!” Hanya satu kalimat perpisahan yang kau ucapkan sebelum menyeruak masuk ke dalam rumah. Tidak cukup sopan dilakukan pada seorang teman, tapi Tsukishima bukan temanmu. Lain hal kalau dia adalah Yamaguchi di mana tanpa berpikir panjang pun kau pasti akan menawarinya mampir.
Lagi pula, tumben sekali Tsukishima melewati jalan yang melewati rumahmu. Padahal seingatmu, rumahnya berada di arah yang berlawanan. Beda cerita kalau keluarganya pindah tanpa kau tahu.
Kau mengeluarkan ponsel dari saku seragam setelah menyimpan sepatumu ke dalam rak.
[Keluarga Tsukishima pindah rumah ya?]
Kau mengirim pertanyaan itu lewat aplikasi pesan pada Yamaguchi.
Tidak sampai lima menit sampai jawabannya datang.
[Tidak. Kenapa memang?]
[Aku bertemu dia di jalan, lalu kami pulang bersama. Tidak bersama juga sih karena dia bilang bahwa dia juga ingin pulang.]
[Hahaha...]
[Yamaguchi ٩(°̀ᗝ°́)و]
[Kau tidak terpikir bahwa dia hanya mencari alasan agar bisa mengantarmu pulang?]
[Hah? Tsukishima? Tidak mungkin.]
Obrolan berhenti di situ. Dan kini kau mulai mencoba mengurutkan satu demi satu hal yang mungkin masuk akal dari apa maksud perlakuan Tsukishima selama ini, dan pembicaraan dengan Yamaguchi yang masih berupa fragmen.
“Dia menyukaimu. Kenapa kau tidak peka sekali?” Ucap ibumu ketika kau menceritakan bahwa ada anak laki-laki di sekolahmu yang memperlakukanmu dengan tidak cukup baik, tapi hari ini dia memutar jalan agar tidak membiarkanmu pulang sendiri.
“Yang benar saja?!”
Selama ini kau tidak berpikir untuk menyukai Tsukishima karena dia memang bukan tipe yang disukai setiap orang, kecuali Yamaguchi yang selalu menempel padanya. Walaupun tidak sedikit gadis di kelasmu yang menanyakan tentangnya karena ia cukup enak dipandang dan memiliki kemampuan akademis yang mumpuni. Mendengar kemungkinan bahwa Tsukishima menyukaimu merupakan hal paling mengejutkan di antara hal mengejutkan lainnya. Kau mungkin lebih percaya kalau ada seseorang yang bilang bahwa Hinata Shoyo dan Kageyama Tobio sudah berbaikan dan tidak pernah lagi saling mengatai.
Tsukishima Kei, nama itu tak juga berlalu dari pikiranmu bahkan beberapa minggu sejak kau bertemu dengannya secara tidak sengaja di jalan, lalu mengantarmu pulang, meskipun kau masih ragu apakah dia memang sengaja melakukannya.
Panjang umur, ketika pikiranmu masih penuh olehnya, kau secara tidak sengaja menemukannya tengah memasukkan koin ke dalam mesin penjual otomatis dan menunggu minumannya keluar dari sana.
Alih-alih bersembunyi, kau mendekat ke arah si jangkung berkacamata itu hingga menimbulkan raut heran pada wajahya.
“Ada apa? Kau sehat?” Tanyanya, tetap dengan nada sarkastis.
“Tsukishima, kau menyukai ya?”
“Hah?”
“Biar kuberi tahu satu hal!”
“Tunggu! Kau bicara apa?”
“Perawakan dan wajahmu mungkin masuk dalam tipeku. Tapi aku tidak suka orang yang bicara buruk tentang orang lain karena dia terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya sendiri.”
“Haaah?”
“Sekian.”
Kau menutup pembicaraan, kemudian berbalik arah untuk segera menghilang dari hadapannya.
Entah apa yang merasukimu hingga kau seberani dan sepercaya diri itu dalam menghadapi orang yang bahkan terkenal berkata pedas. Mungkin setelah ini Tsukishima akan menganggapmu sebagai gadis yang tidak tahu diri.
Atau mungkin tidak, karena kau sempat melihat gurat merah pada kedua pipinya yang bisa jadi sama dengan apa yang terjadi padamu saat ini.
__________________
Comments
Post a Comment