Exchanged Promise|♯3. Master
主
***
Yua merasa matanya terasa berat saat ia berusaha membukanya dan menjawab panggilan teman-teman yang kini berkumpul memenuhi tenda.
"Dia siuman!" Ucap salah seorang yang pertama kali melihat matanya terbuka.
Otaknya masih memproses data-data yang terpencar karena oksigen belum sepenuhnya mengaliri ruang-ruang di sana. Dia bahkan masih sulit mengenali siapa saja yang berada di sekitar, juga apa yang sebelumnya terjadi.
"Beri dia minum!" Ucap Hasebe yang menyeruak membuka pintu tenda kecil itu sambil mengulurkan botol air tanpa melangkah ke dalam.
Pemuda itu tetap berada di sana sampai seseorang selesai memberi gadis itu minum.
"Sebentar lagi pasti dia pulih," Kata Ryota meyakinkan.
Meskipun tidak ada luka yang berarti, rasa panik dan khawatir masih menguasai diri Hasebe hingga saat ini. Bayangan bagaimana para pengacau aliran waktu menghunus pedang ke arah gadis itu masih terproyeksi jelas dalam ingatannya.
"Bukan hanya sekali dia pingsan seperti ini," tambah pemuda di sebelahnya.
Hasebe menoleh spontan mendengar pernyataan Ryota. Yang dia tahu, tuannya tidak pernah punya riwayat penyakit yang begitu parah hingga membuatnya mudah tumbang. Namun entah bagaimana kesehatannya sebelum dia menjadi seorang saniwa.
***
Kegiatan klub berjalan tanpa kendala yang berarti meskipun Hasebe harus memperketat pengawasannya kepada gadis yang di kemudian waktu akan menjadi tuannya, Arimura Yua.
Gadis itu beberapa kali mengucapkan terima kasih bahkan sampai mereka berada di depan gerbang stasiun dan bersiap kembali ke tempat masing-masing.
"Padahal aku sempat bilang kalau kau butuh sesuatu aku akan membantumu. Tapi, aku justru merepotkanmu. Aku sungguh minta maaf. Terima kasih." Kata gadis itu kembali membungkuk.
"Kau berlebihan! Aku hanya membantumu kembali ke tenda. Itu saja." Balas pemuda itu tidak bermaksud menjelaskan semuanya.
Satu yang mengganjal di pikirannya sekarang hanyalah, apakah Yua mengingat hal apa yang terjadi sebelum dia pingsan?
"Aku hanya ingat ada makhluk aneh yang sering mendatangiku dalam mimpi. Dan entah mengapa, akhir-akhir ini mereka tampak begitu nyata." Yua menjawab setelah Hasebe bertanya.
Entah apa yang seharusnya terjadi pada saat ini. Yang Hasebe yakini hanyalah, keberadaan jikan soukogun adalah suatu kesalahan.
"Kenapa kau tidak menceritakannya pada yang lain?" Hasebe bertanya, lagi. Dia hanya mendengar si gadis menjawab kalau kepalanya terasa pusing di malam ketika teman-temannya bertanya apa yang telah terjadi.
"Karena mereka tidak akan percaya." Yua tertawa getir. "Aku pun ragu kalau kau akan percaya padaku, Hasebe-kun."
Hasebe menahan napasnya sejenak. Rasanya aneh ketika mendengar gadis itu memanggil namanya dengan imbuhan kun, bukan san seperti yang biasa dia lakukan di citadel.
"Aku percaya." Ujar Hasebe.
Bakal tuannya nampak memiringkan kepala, kemudian tersenyum seolah tidak percaya pada apa yang telah Hasebe katakan.
Wajar saja, karena itu terjadi pada setiap orang yang mendengar ceritanya. Mereka bilang percaya di awal, namun pada akhirnya mereka mulai meragukan semua ceritanya dan menganggapnya berhalusinasi.
"Terima kasih. Kau baik sekali." Ungkapnya kemudian.
Dari nada dan raut ketika ia bicara, Hasebe yakin kalau gadis itu ragu. Dan pemuda itu tidak tahu harus berkata seperti apa lagi mengingat dia pun tidak bisa menjelaskan semuanya dengan detail, karena kemungkinan itu akan merubah apa yang seharusnya terjadi saat ini sangatlah besar.
Yua menoleh ke beberapa arah. Anggota klub sudah berkurang, hanya beberapa orang saja yang masih berada di depan gerbang stasiun, termasuk dirinya, dan Hasebe.
"Sepertinya aku harus kembali!" Kata gadis itu kemudian. Kecanggungan yang ia rasakan merangkak naik saat sadar bahwa mereka mengobrol cukup lama. "Sekali lagi aku ucapkan terima kasih."
Hasebe membiarkan gadis itu membungkuk tanpa berbasa-basi seperti, "Sudahlah", atau "Aku tidak melakukan sesuatu yang berarti" seperti sebelumnya.
"Sampai jumpa!" Yua memutar tumitnya setelah mengucapkan salam perpisahan. Dan setidaknya dia sudah menapak beberapa langkah, sampai kemudian Hasebe memanggilnya.
"Arimura-san!"
Yua menoleh, mendapati Hasebe yang berdiri dengan raut wajah rumit yang sulit dideskripsikan.
"Berhati-hatilah!" Pemuda itu menyambung. "Sampai jumpa!"
Yua tersenyum ringan ke arah pemuda itu lalu membalas, "Terima kasih. Kau juga."
***
Hasebe adalah orang yang baik.
Itu kesan pertama yang bisa Yua tangkap sejak pertama kali mereka bertemu di peron stasiun.
Mungkin tidak mudah baginya untuk bercampur dengan anggota klub lain dengan perangainya yang sedikit kaku. Dia terlihat sangat serius dalam berbagai hal. Setidaknya itu yang bisa Yua perhatikan selama beberapa hari di perkemahan. Matanya tidak bisa berhenti berputar mencari Hasebe sejak dia tahu kalau pemuda itulah yang menyelamatkannya.
"Hanya membawamu yang pingsan ke tenda!" Begitu kata teman-temannya. Tapi bagi Yua yang lebih tahu akan kejadian waktu itu, Hasebe adalah penolong. Mungkin kalau pemuda itu tidak ada, nyawanya bisa melayang malam itu.
Benar sekali. Dia bisa saja mati.
Sebenarnya Yua ingin percaya kalau hal-hal aneh yang dialaminya itu hanyalah halusinasi belaka, jadi dia hanya butuh terapi psikologi untuk menyelesaikannya. Tapi rasa sakit yang ia alami saat makhluk-makhluk setengah astral itu mencoba menyerangnya terasa begitu nyata. Dia tidak bisa lagi mengetahui apakah saat itu kesadarannya benar-benar utuh, atau seperti kata teman-temannya bahwa itu hanyalah pikiran alam bawah sadarnya saja.
Satu yang sempat ia dengar di tengah suara pedang yang beradu. Resonan suara manusia yang mendekat ke arahnya, menyebut kata 'tuan' yang sangat keras. Namun mata Yua terlalu berat untuk terbuka saat itu.
Gadis itu menghela napas, dan menghembuskannya kembali. Kakinya berhenti sejenak di depan kaca etalase toko yang kini menampakan sosoknya sendiri.
Percakapannya dengan Hasebe di depan stasiun tadi kembali terproyeksi di ruang ingatannya.
Kalau boleh jujur, Yua ingin sekali percaya kalau Hasebe tidak meragukan ceritanya. Dia pun tidak melihat tatapan ragu darinya seperti yang selama ini ia temukan pada teman-temannya. Entah mengapa.
"Sudahlah," Yua bermonolog saat ia merasa bahwa apa yang ia pikirkan kali ini sama sekali tidak berguna. Lalu kakinya kembali melangkah menyusuri trotoar di malam hari yang mulai sepi.
Sangat sepi, sampai Yua merasa bisa merasakan tekanan angin yang ada di sekelilingnya berhembus tidak wajar.
Yua terus berusaha mengabaikan perasaannya itu, kalau saja dia tidak mendengar teriakan peringatan yang muncul dari belakangnya, lalu secepat kilat lengan kanannya disambar seseorang.
"Awas!"
Dalam jangka waktu sangat singkat sebelum orang itu menariknya lari, Yua bisa melihat kilat cahaya asing yang sepertinya sengaja diarahkan padanya tadi.
"Ada apa ini?" Gadis itu bertanya di sela napas yang mulai naik-turun.
Laki-laki yang menarik tangan tidak menjawab. Dia membawa Yua masuk ke dalam gang-gang kecil di balik gedung-gedung besar.
"Hasebe-kun?!" Mata gadis itu membelalak melihat sosok itu yang kini berhenti dan menghadapnya tak lain adalah orang yang beberapa puluh menit lalu bersamanya.
"Sembunyilah di sini! Jangan bergerak selangkah pun sampai aku kembali! Mengerti?" Alih-alih menjawab pertanyaan yang dilayangkan gadis itu sebelumnya, Hasebe dengan nada panik menyuruhnya untuk menyembunyikan diri di antara kotak-kotak kayu yang tidak ia ketahui isinya.
"Apa yang sedang terjadi?" Tanya Yua lagi.
"Aku tidak bisa memberitahumu sekarang!" Cetus Hasebe, pemuda itu terpaksa mendorongnya ke sela-sela kotak lalu berlalu dengan terburu.
***
Di luar dugaan, musuh kali ini berkali lipat lebih kuat ditambah dengan jumlah mereka yang tidak sesedikit malam di perkemahan. Hasebe cukup kewalahan menghadapi mereka sendirian, dan luka ringan yang didapatnya malam itu pun belum sepenuhnya sembuh. Dia lupa membawa obat-obatan yang diberikan Yagen sebelum keluar dari citadel dengan asumsi bahwa kecil kemungkinan dia akan membutuhkan obat-obatan itu di sini.
Era Heisei, era dimana tuan mereka berasal adalah era yang mereka-para pedang- pikir tidak akan pernah ada di benak para penjelajah waktu yang gemar menciptakan keributan. Tapi dugaan mereka salah dengan Hasebe yang kini harus melawan mereka di era ini demi menyelamatkan gadis yang kelak akan menjadi tuan mereka.
"Sial!" Pemuda itu mengumpat. Dia bersembunyi sejenak di balik dinding bangunan yang cukup aman untuk menutup luka goresan yang sudah bertambah di lengan dengan kain dari kaus yang ia sobek di bagian bawahnya.
Hasebe menahan rasa sakit sambil memejamkan mata selama beberapa detik. Detik berikutnya dia mendengar suara bising akibat angin yang tiba-tiba berhembus kencang. Pemuda itu bisa melihat pendar emas familiar yang juga mengantarnya ke tempat ini beberapa hari lalu.
"Hasebe?"
Di hadapannya kini ada enam sosok lain yang sangat dia kenal, beserta satu lagi makhluk kecil berekor yang tentu saja, ia kenal juga.
"Kashuu?" Hasebe masih berusaha meyakinkan penglihatan saat ia menyebut nama si merah itu. "Kenapa kalian ada di sini?"
Hasebe memandang sosok-sosok itu bergiliran. Dimulai dari Kashuu Kiyomitsu, Gokotai, Tsurumaru Kuninaga, Horikawa Kunihiro, Izuminokami Kanesada, Yamanbagiri Kunihiro, dan Konnosuke.
"Harusnya kami yang bertanya, kenapa kau ada di sini?" Tsurumaru menyahut.
Tidak ada yang tahu apa tujuan Hasebe berada di tempat ini. Mereka hanya tahu kalau dia keluar dari citadel menuju suatu tempat yang sekiranya ia anggap bisa membuatnya menjadi lebih kuat. Pun tuan mereka yang pasti tidak tahu kalau Hasebe kini berada di masanya sebelum gadis itu menjadi seorang saniwa. Dan Hasebe tidak ingin mereka tahu alasan keberadaannya di tempat ini.
"Aku tidak tahu." Jawabnya berbohong. "Yang jelas kita harus bertarung sekarang!"
Konnosuke menggerakkan salah satu kaki depannya, mengoperasikan layar digital yang terbentuk dari berkas cahaya yang sama seperti pendar yang membawa mereka datang tadi. Di layar itu ada beberapa titik merah.
"Rupanya radar di citadel berfungsi normal. Yang berarti tidak salah lagi, ada penjelajah waktu di masa ini." Ujar makhluk berbulu itu sambil menunjukan data yang berhasil ia dapatkan.
"Bukankah waktu real time saat ini berada di era Heisei juga? Kecil kemungkinan kalau para penjelajah waktu memasuki era ini. Ditambah, apa yang mereka incar disini? Adakah sesuatu yang bisa mengubah sejarah secara signifikan di sini?" Izuminokami berpendapat dan meninggalkan pertanyaan di akhir gagasannya.
"Ada!" Hasebe menyahut cepat.
"Apa?"
"Aruji!"
Mereka saling menatap sejenak. Saat Kiyomitsu bermaksud membalas jawaban Hasebe, bayangan hitam sudah menjatuhi mereka disusul dengan serangan masif dari para penjelajah waktu yang baru saja menjadi objek pembicaraan mereka.
"Pertama-tama, kita harus menghabisi mereka lebih dulu!" Tsurumaru berkata sambil menumpukan tenaga pada lantai beton dari atap gedung yang dipijaknya untuk melompat membalas serangan musuh.
Sosok putihnya menebas dua hingga tiga lawan dalam satu serangan saja.
"Hasebe-san, sepertinya kau butuh ini." Kunihiro yang belum menyusul pujaannya-Izuminokami- mengulurkan bungkusan kertas, sama seperti yang Hasebe terima dari Yagen sebelum ia meninggalkan citadel.
"Terima kasih!"
"Kalau begitu, aku duluan!"
Kunihiro melesat menyusul yang lainnya bertempur setelah Hasebe menerima bungkusannya.
***
Comments
Post a Comment