Exchanged Promise|♯4. Let Me Tell You a Lie
嘘を付かせて
***
"Aku harap itu yang terakhir," Ucap Kashuu sambil menyandarkan punggungnya pada dinding gedung dimana Hasebe sudah berada di sana sebelumnya.
Napas mereka tidak teratur. Begitu pula dengan yang lain, yang kemudian datang menyusul untuk mengistirahatkan tubuh mereka sejenak.
"Jadi apa rencanamu?" Tanya Izuminokami kemudian, tatapan lurusnya ke arah Hasebe yang seolah turut bertanya apa alasannya berada di sini. "Apakah Aruji tahu kalau kau berada di sini?"
"Tidak. Jangan beritahu dia!" Hasebe menyergah bahkan sebelum dia menjawab pertanyaan pertama si Kanesada.
Mereka tidak habis pikir mengapa Hasebe memilih ke tempat ini alih-alih mendatangi tuannya yang lalu. Meskipun mereka sendiri tahu Hasebe menggunakan 24 jamnya selama tujuh hari untuk memanjakan gadis yang kini menjadi tuan mereka dan mereka juga tahu sangatlah sulit bagi pemuda itu untuk jauh dari jangkauan sang tuan barang satu detik.
Tapi, bukan berarti dia harus memasuki masa lalunya 'kan? Kalau memang tak ingin jauh, Hasebe tak perlu melakukan perjalan menembus waktu macam ini, dia bisa terus di citadel sebagai sewagakari sang tuan dan tidak perlu berpisah dengannya.
"Kau pasti sudah memperhitungkan semuanya," komentar Kiyomitsu.
Ya, itu benar. Hasebe memperhitungkan semua semenjak kedatangannya. Kecuali datangnya jikan soukougun tentunya. Dan hal itu mengacaukan semua.
"Kalau pasukan penjelajah itu kembali lagi ke era ini, bukankah itu berarti kemungkinan Aruji akan tahu keberadaan Hasebe?" Horikawa memberikan asumsinya dan semua tampak mengangguk setuju.
Tapi Hasebe tidak bisa kembali begitu saja ke citadel. Dia sudah terlanjur bersentuhan dengan kehidupan sang tuan di masa ini, dan akan sangat tidak alami kalau tiba-tiba dia menghilang.
"Aku akan berkompromi dengan Konnosuke agar dia mengontrol radar yang ada di citadel!" Ujar Kiyomitsu yang serta merta membuat Hasebe lebih lega.
"Aku bergantung pada kalian, terima kasih!"
Musuh yang tak muncul lagi setelah itu membuat mereka memutuskan untuk menggunakan portal waktunya lagi untuk kembali ke citadel. Hasebe segera berlari, kembali menuju tempat di mana ia meninggalkan bakal tuannya.
Gadis itu meringkuk diam tanpa suara dengan raut ketakutan dan penuh tanda tanya. Sejenak dia nampak lega melihat Hasebe kembali, namun paniknya datang begitu melihat beberapa luka pada pemuda itu.
"Kau baik-baik saja? Ini harus segera diobati!" Rapalnya cepat.
"Kau sendiri, apakah kau terluka?" Hasebe balik bertanya.
"Aku tidak apa-apa." Yua menyahut cepat walaupun sisa cengkeraman Hasebe pada lengannya tadi masih sedikit terasa. "Apartemenku tidak jauh dari sini. Aku akan mengobati lukamu."
***
Lalu Hasebe berakhir di ruangan yang beberapa jengkal lebih sempit daripada kamarnya di citadel. Tata letaknya nampak lebih modern dan terorganisasi dengan baik, sangat berbeda dengan kamar tuannyaーdi citadelー yang pasti selalu berantakan setiap harinya meskipun setiap hari juga Hasebe membersihkannya. Tanpa sadar Hasebe tersenyum hingga Yua yang datang dengan kotak pertolongan pertama itu terlihat heran.
"Ada yang aneh dengan kamarku?" Tanyanya.
Hasebe menggeleng, "Aku hanya berpikir kamar ini sangatlah rapi. Benar-benar mencerminkan seorang gadis."
Seorang gadis. Dan frasa itu sontak membuat Yua tersadar bahwa dia tengah memasukan seorang pemuda yang bahkan baru dikenalnya selama beberapa hari ke dalam kamar apartemennya.
"K-kau tinggal dimana, Hasebe-kun?" Gadis itu mengalihkan pembicaraan dengan nada gugup.
"Dua lantai di bawah. Kamar nomor 109."
"Eh?"
Pemuda ini bukan penguntit 'kan? Yua mulai berpikir yang tidak-tidak. Akan tetapi dia segera sadar kalau dia tidak cukup kualifikasi untuk memiliki penguntit mengingat penampilannya tidak mendukung untuk itu. Dan sebaliknya, Hasebe pun tidak akan pernah memberitahunya bahwa dia sengaja menempati gedung apartemen yang sama dengan miliknya.
"Ah, banyak mahasiswa dari kampus kita yang juga tinggal di apartemen ini. Sungguh kebetulan sekali," kata gadis itu.
Yua mulai membersihkan luka Hasebe dengan alkohol, lalu menutup dengan plester seadanya. Beruntung lukanya tidak begitu dalam. Namun, yang gadis itu pikirkan adalah, bagaimana pemuda ini melawan makhluk yang nampak astral itu dengan tangan kosong?
"Hasebe-kun..." panggilnya saat dia selesai dengan plester pada luka yang terakhir.
"Ya?"
"Bisa kau jelaskan padaku tentang makhluk-makhluk itu, dan mengapa mereka menyerangku?"
Di titik ini, Hasebe mulai kebingungan.
Apakah dia harus mengatakan dengan jujur, atau dia harus menutupinya agar tidak terjadi pergeseran dalam aliran sejarah di era ini.
"Apakah kau akan percaya padaku kalau aku bilang bahwa kau tidak sedang berhalusinasi?"
Gadis itu memiringkan kepalanya beberapa derajat, memperhatikan raut pemuda itu sejenak, lalu membalas. "Kalau kau bilang bahwa kau percaya padaku, kenapa aku tidak?"
Hasebe tersenyum sementara otaknya tengah berputar memilah apa yang boleh
dia katakan dan apa yang tidak.
"Mereka sedang mengincarmu. Ada satu hal dalam dirimu yang menarik perhatian mereka yang kemungkinan, mereka tidak akan berhenti memburumu."
Yua tidak merasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya yang bisa menjadi medan magnet bagi makhluk mistis macam mereka. Dan, kalau Hasebe mengetahui sampai sejauh ini tentang makhluk itu, maka bisa jadi keberadaannya pun bukan kebetulan semata.
"Lalu, siapa kau sebenarnya?"
Pertanyaan itu membuat Hasebe bergeming selama beberapa detik. Dalam jeda singkat itu dia mengulik banyak ide untuk menutup identitasnya di hadapan bakal tuannya ini.
"Kau mungkin tidak familiar tentang hal ini, tapi keluargaku mewarisi kemampuan onmyodo secara turun-temurun. Dan, aku terbiasa menghadapi makhluk astral macam mereka sebelumnya." Setidaknya kalimat terakhir yang Hasebe katakan merupakan suatu kebenaran. Bahwa selama beberapa tahun di bawah kendali si gadis, dia banyak mengalahkan pasukan pengacau aliran sejarah itu.
"Aku tidak percaya hal macam ini sebelumnya, tapi mereka benar-benar datang di depan mataku. Jadi pilihan terakhirku hanyalah percaya kepadamu." Gadis menutup kotak pertolongan pertamanya lalu bangkit menyimpan benda itu di atas lemari kecil yang menggantung pada dinding.
Di setiap sudut tempat itu banyak sekali buku yang berjajar rapi memenuhi rak. Sebagian besar adalah jilid-jilid tentang sejarah dan karya sastra klasik. Tidak ubahnya dengan isi rak buku di kamar citadelnya saat ini.
"Aku tidak bermaksud merepotkanmu. Tapi apakah kau tahu cara untuk mengalahkan mereka, atau setidaknya agar mereka menjauh dariku?" Yua bersandar pada di dinding, menghadap Hasebe yang masih duduk pada bibir dipannya. "Atau, apakah kekuatan onmyodo-mu bisa membuang apa yang kau sebut 'sesuatu' pada diriku?"
Pembicaraan tentang onmyodo hanyalah hasil karangannya saja. Tetapi kalau pun Hasebe bisa, maka dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kekuatan saniwa tidak boleh hilang dari dalam diri gadis ini, atau apa yang dia dan rekan-rekannya lakukan selama ini menjadi sia-sia.
"Sayangnya kemampuanku tak sehebat itu." Hasebe menjawab, dia bisa melihat raut kecewa yang muncul pada wajah gadis itu setelahnya. "Tapi aku bisa berjanji, bahwa aku akan mencoba untuk melindungimu."
Melindunginya?
Sungguh, dia orang pertama selain ayah Yua yang bisa berkata sedemikian rupa. Melindunginya dari makhluk mistis sama dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Yua tidak ingin orang sebaik Hasebe berkorban hanya untuk gadis yang selama ini tak pernah berharga di mata siapapun sepertinya. Tapi, kalimat pemuda itu membuatnya begitu senang hingga alih-alih menolak, dia justru mengucap "Terima kasih." Seolah berkorban untuknya adalah hal itu wajar bagi seseorang yang baru saja mengenalnya.
Tetapi, ajaib.
Beberapa jam yang ia lewati hari ini membuatnya merasa bahwa ia telah mengenal Hasebe bahkan tanpa melewatkan waktu banyak bersamanya.
***
Note:
Onmyodo: semacam praktik yin dan yang. Kalo di indonesia mungkin masuk ke perdukunan :)
Comments
Post a Comment