DaiYui - Rewards

Rewards

御礼



****


Daichi bukannya tidak peka. Dia hanya tidak tahu cara mengukur seberapa banyak porsi yang tepat untuk ia kembalikan pada orang lain untuk membalas afeksinya.


"Yang peka sedikit lah!" Begitu kata Sugawara Koushi, rekannya dalam klub bola voli acap kali ia melihat konversasi di antara Daichi dengan seorang gadis bermarga Michimiya.


"Bagian mana dariku yang tidak peka?" Daichi serius bertanya. Kapan sih dia bercanda? Akan tetapi pertanyaannya itu hanya berbalas gelengan kepala beserta tepukan pada bahunya. Sugawara menampakkan raut prihatin yang sangat kentara.


Ketidakpekaan Daichi adalah hal yang kerap menjadi bahan lelucon bagi banyak orang yang mengenalnya. Padahal bukan begitu kenyataannya. Sayangnya Daichi pun terlalu enggan untuk terbuka dan menjelaskan semuanya.


Baginya, hubungannya dengan Michimiya Yui adalah sesuatu yang tak perlu menjadi konsumsi umum. Terlebih karena rekan-rekannya bukan tipikal orang-orang yang cukup santai untuk melihat kedekatannya dengan orang lain, terlebih dengan seorang gadis. Namun ini bukan satu-satunya alasan bagi Daichi untuk menurunkan kecepatannya dalam menjalin sebuah hubungan mengingat ia yang tak cukup terbiasa bersinggungan seorang gadis dengan perlakuan khusus.


Bagi sulung Sawamura ini, menjadi seorang kakak dari keluarga yang cukup besar adalah sesuatu yang akhir-akhir ini ia rasa menjadi sebuah keluhan. Bukan karena ia harus kerepotan mengurus keempat adiknya. Toh ia menyayangi mereka. Terlebih karena dia menjadi terlalu terbiasa memperlakukan orang lain layaknya adik sendiri. Hal itu tak hanya berlaku bagi para juniornya di sekolah, bahkan Daichi juga melakukannya terhadap kawan seusianya. Dan Michimiya Yui tidak menjadi pengecualian.


Padahal Daichi tahu perasaan apa yang gadis itu coba tunjukan padanya. Daichi tidak berpura-pura untuk tidak tahu alasan saat Yui memberinya omamori ketika tim bola voli yang ia ketuai berhasil masuk turnamen nasional. Begitu pula saat gadis itu berbohong bahwa ia diutus ibunya untuk membeli bumbu dapur ketika secara kebetulan dia berpapasan dengan Daichi yang hendak menuju pusat perbelanjaan. Terakhir, Daichi juga tahu bagaimana rona merah pada kedua pipi tunggal Michimiya itu setiap mereka saling bertegur sapa.


Daichi bukannya tidak peka. Dia hanya sedang mencari waktu yang tepat sebagaimana dia tidak tidak ingin konsentrasinya pada tim terpecah akibat dia memikirkan hal yang tidak seharusnya.


Dan setelah turnamen selesai, Daichi hendak memantapkan keputusannya.


"Michimiya, ada waktu sebentar?" Tanyanya, sebelum si gadis naik ke dalam bus pariwisata yang mengantar mereka dari Miyagi ke Tokyo hanya untuk kompetisi musim semi di mana tim bola voli putra baru saja mengalami kekalahan.


"Y-ya?" Gadis itu nampak tertegus sejenak sebelum kemudian menyahut, "tentu!"


Dua rekannya yang lain sudah masuk ke dalam bus. Daichi bisa melihat mereka tersenyum dan berkasak-kusuk, seolah tengah menerawang apa yang akan terjadi setelahnya.


"Sayang sekali kalian tidak menang. Tapi kalian telah bermain bagus sekali!" Yui berkata dengan senyum merekah, meskipun beberapa waktu lalu dia turut menangis. Menyesali putusnya jalan di turnamen nasional setelah sekolah mereka kalah oleh tim beremblem burung camar.


"Bisa sampai di sini saja kami sudah sangat beruntung," ucap Daichi seraya berjalan, membawa Yui sedikit menjauh tempat parkir bus mereka.


"Jadi ada apa?" Tak menemukan petunjuk tentang apa yang akan Daichi bicarakan, Yui  memaksakan dirinya untuk bertanya.


"Tentang omamori yang kau berikan padaku," mulai Daichi. Dia segera tahu bahwa gadis di depannya ini tengah terkesiap menanti kelanjutan dari kalimat yang ia utarakan.


"Ah, tentang itu?" Yui menyahut. "Tidak terlalu berguna ya ... padahal aku aku sengaja menitip ibuku yang sedang berlibur ke Izumo."


Hela napas panjang terdengar, bocor dari bibir gadis yang rautnya kini nampak kecewa.


"Bukan."


"Hm?"


"Bukan itu. Aku ingin kembali berterima kasih. Tanpa itu, mungkin kami tidak terdorong sampai kemari."


"Sawamura, kau terlalu berlebihan. Hahaha ...."


"Karena itu," Daichi sengaja menjeda kalimatnya, lagi.


"Karena itu?"


"Setelah sampai Miyagi nanti, mau kutraktir di suatu tempat?"


Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Kedua manik si gadis nampak membulat,  dengan sel-sel otaknya yang sibuk bekerja, memproses informasi yang baru saja didapatkannya.


"ーmaksudku, sebagai balasan dari omamori-nya."


"Ah, tentu. Tentu saja!"


"Beritahu saja kapan waktunya," tambah Daichi.


"Ya, ya! Aku akan mengabarimu segera!"


Michimiya Yui melambaikan salah satu tangan sebelum ia meninggalkan Daichi dan kembali ke bus di parkiran.


Daichi bukannya tidak peka. Buktinya, dia tahu kalau kedua belah pipi si gadis Michimiya tengah ranum memerah sesaat setelah dia mengajaknya pergi bersama. Dan Daichi pun tak berusaha menyangkal, saat dia merasa kalau kedua pipinya sendiri pun tengah memanas. Menampilkan gurat-gurat merah yang tak bisa ia lihat namun dia yakin bahwa penampakannya mungkin nyaris sama dengan apa yang ia saksikan pada gadisnya.


Gadisnya.


****


Comments