KonoSuzu - Nariyuki

KonoSuzu



成り行き


nariyuki (nari.yuki)

Go with the flow


**** 


Sering kali orang bertanya, tentang apa hubungan mereka. Namun Kaori enggan menjawab dengan segala kerancuan yang ada.


Kaori menyukainya. Pun dia tahu bahwa Konoha memiliki perasaan yang sama.


Kenapa dia begitu yakin berpikir sedemikian rupa? Tentu karena tak sekejap pun waktu luang terlewat tanpa Konoha mendekatinya.


Seperti waktu istirahat kali ini, ketika si pemuda kembali mengajaknya ke atap sekolah untuk makan siang bersama.


Kaori selalu berharap ini bukan salah pahamnya semata. Akan sangat tidak lucu ketika ia sudah mulai tenggelam dalam bahari asmara, lalu Konoha tiba-tiba berkata bahwa dia tak menyimpan perasaan apa pun untuknya. Namun sayangnya Kaori belum berani bergerak untuk menembus dinding-dinding rancu itu dengan bertanya perihal perasaan Konoha. Yang ia lakukan hanya berjalan bersama arus, mengikuti arah ke mana pemuda itu akan membimbingnya.


Kaori merasa itu tidak adil. Namun ia tak merasa berdaya untuk beranjak bangun dari mimpinya.


Bersama orang yang ia suka. Anggap saja itu mimpi.


"Apa menu bekalmu hari ini?" Tanya si pemuda. Kepalanya menunduk ke arah kota bekal yang ada di pangkuan si gadis Suzumeda.


"Daging gulung dan salad kentang," jawab Kaori. Setelah beberapa jenak ia berusaha mengatur ritme jantungnya yang tiba-tiba tersentak oleh aroma mint yang menguar dari tubuh Konoha.


Berengsek satu ini, batinnya dalam hati. Mencoba merecoki naluri pubertasnya yang berkata bahwa ia menyukai aroma itu.


"Kau memasaknya sendiri?" Lanjut Konoha.


"Harus berapa kali aku bilang kalau aku tidak mahir memasak?" Kaori membalas.


Kemampuan Kaori soal tugas rumah memang tidak patut dipertanyakan, karena hampir semua anggota klub bola voli ーtermasuk Konohaー tahu seberapa tidak terampilnya dia. Begitu pula perihal masak memasak. Seharusnya Konoha paling tahu karena pemuda itu pun pernah menjadi korban ketidakterampilannya yang membuat ia masuk ruang kesehatan beberapa lama selepas waktu istirahat usai.


Konoha membalas afirmasi Kaori sebelumnya dengan 'heeh' singkat, sementara ujung sumpitnya sudah melakukan agresi pada potongan daging gulung di dalam kotak bekal milik gadis di sebelahnya.


"Setidaknya tunggu sampai aku bilang 'silakan'!" Gerutu Kaori, meskipun dia tidak lagi melakukan proteksi terhadap isi bekal kepunyaannya.


Sudah biasa.


Dan hal biasa ini yang kadang membuat gadis Suzumeda itu khawatir, kalau saja suatu saat nanti ia akan menganggapnya sebagai hal yang cukup wajar untuk dilakukan oleh dua orang yang bahkan enggan untuk saling menyatakan perasaannya masing-masing.


"Masakan ibumu enak. Kenapa kau tidak belajar dari ibumu saja sih?" Selorohnya.


Sebenarnya Kaori ingin. Tapi dia terlalu malas menanggapi kelakar yang sering kali ibunya lontarkan ketika dia bilang bahwa dia ingin mahir memasak.


"Kau tidak mau tahu deritaku saat memintanya diajari memasak ya?" Gadis itu menghela napas. 


Kemudian ia menumpahkan keluh kesahnya yang kerap mendapat berondong pertanyaan seperti 'sudah punya pacar ya?' atau sekedar titah sederhana berbunyi 'sesekali ajak dia ke rumah' yang membuat Kaori jengah.


Bukan jengah oleh setiap ucapan ibunya. Namun karena dia sendiri tidak paham tentang hubungannya dengan pemuda yang kini mengunyah hasil rampasannya dalam diam. Mata sipitnya mengarungi angkasa biru dengan beberapa gumpalan awan putih di atas sana.


"Kalau begitu cari saja seorang pacar. Mudah 'kan?"


Kaori mulai sedikit mempertanyakan kewarasan si kepala pirang kelabu ini. Bagaimana dia bisa mencari seseorang yang bisa ia pacari kalau dia sendiri menempelinya setiap waktu?


"Mudah kepalamu!" Cebik Kaori, kesal.


"Kalau begitu, kenapa kau tidak pilih aku saja?"


Satu, dua, tiga, beberapa detik berlalu sampai akhirnya kedua alis Kaori hampir bertaut.


"Ya?" Satu kata di mana gadis itu ingin Konoha menjelaskan apa maksudnya.


Nama pemuda itu hanya menaikkan kedua alisnya dengan mata beberapa mili lebih terbuka sambil menyahut, "hmm?"


"Apa maksudmu, bodoh?"


"Kupikir kau sudah tahu apa maksudku."


Tidak adil, pekik Kaori dalam hati. Kenapa tidak memilihku, katanya? Kenapa bukan Konoha saja yang bilang secara langsung kalau dia pun menyukainya?


"Aku tidak mengerti."


"Kalau begitu sudahlah."


"Hah?"


Kaori membelalak. Masih belum paham. Bukankah seharusnya ia harus berdebar di saat seperti ini? Seperti testimoni beberapa temannya yang bilang bahwa jantung mereka serasa ingin melompat dari tempatnya ketika orang yang mereka suka menyatakan hal yang cukup mengagetkan.


Apakahmungkin  ini salah satu indikasi bahwa Kaori terlalu terbiasa dengan segala spontanitas Konoha?


"Ahー," mencoba mendistraksi pikirannya sendiri, Kaori mengembalikan fokusnya pada kotak bekal di pangkuannya. Dan yang tersisa hanyalah nasih bertabur serbuk rumput laut beserta salad kentang di sebelahnya. "Konoha, kau!"


Pemuda itu tertawa sebelum Kaori mulai mengamuk dengan memukuli bahunya. Namun keributan kecil itu segera berakhir seusai Konoha menyerahkan kotak bekalnya sendiri sebagai pengganti.


"Ah, iya ...," Kaori menunggu kalimat menggantung yang meluncur dari bibir pemuda itu sambil menyuap sosis berbentuk gurita. "Bagaimana kalau aku datang ke rumahmu?"


"Hah?"


Kaori masih gagal paham dengan arus pembicaraan mereka. Tapi apa yang ia bisa selain mengikuti ke mana arah mata angin membawanya.


Toh bersama Konoha bukanlah ide yang buruk baginya.


****


Comments