Natsu Yasumi no Jiyuu Kenkyuu|♯9. Meeting

Natsu Yasumi no Jiyuu Kenkyuu

遭遇




****


Hari: 15 Agustus


Tempat: ー


Cuaca: ー


Selesai.


Semuanya selesai.


****


Entah sudah berapa kali Atsumu menghela napas panjang sejak ia menaiki kereta ini.  Masih tersisa sekitar setengah jam sebelum kereta mencapai pemberhentian terakhir di Stasiun Osaka.


Buku catatan di tangannya sudah tertutup sempurna, yang berarti dia telah menyudahi nostalgianya. Sayangnya, tertutupnya buku itu bukan berarti ingatannya akan masa sepuluh tahun lalu tenggelam begitu saja.


Lembar terakhir yang ia tulis menarik pelatuk, memaksanya kembali mengarungi masa itu. Masa di mana penyesalannya baru saja dimulai.


Pada akhirnya proyek riset pun tak berkelanjutan. Di ujung tenggat, mereka lebih mencari kelompok lain untuk sekedar menutup kecukupan nilai, alih-alih kembali membicarakan kembali apa yang seharusnya mereka selesaikan.


Atsumu kembali memutar memori, ketika tim bola voli yang ia pimpin kembali masuk semifinal kompetisi nasional. Dia menepati janji tahun sebelumnya, ketika dia dengan lantang berkata pada lawannya dari Karasuno bahwa dia bersama timnya akan menang di kompetisi musim panas; Interhigh. Sekalipun posisi juara tak bisa mereka dapatkan, namun Atsumu cukup puas dengan terbayarnya sumpah yang ia ikrarkan di tengah lapangan tahun lalu.


Sayangnya, kepuasannya dalam bermain voli tidak membuatnya lupa kalau dia tengah kehilangan.


Atsumu sempat berpikir bahwa sosok itu akan mudah ia lupakan dengan berbagai pencapaian yang hadir dalam hidupnya. Tak jarang, dengan sengaja dia akan mencari sosok baru sebagai distraksi akan perasaannya yang tak pernah tersampaikan. Namun hasilnya nihil hingga saat ini. Tidak peduli berapa puluh sampul majalah yang memberitakan segelintir hubungan yang pernah ia jalani untuk sekedar melupakan cinta pertamanya. Nyatanya dia masih belum bisa berpindah, membawa hatinya ke rumah yang baru.


Padahal dia tahu bahwa kecil kemungkinan bahwa Rei; gadis itu akan membalas perasaannya setelah sepuluh tahun berlalu, ditambah alasan kausatif setelah mereka tak lagi saling bicara karena hal yang disebabkan oleh kesalahannya.


"Aku tidak ingin mencintainya."


Itu kalimat terakhir yang paling Atsumu ingat di malam pesta kembang api sepuluh tahun lalu. Malam di mana ia berakhir terbaring sendirian di tepi sungai, menatap letupan cahaya di langit hitam dalam kehampaan.


Atsumu berharap seseorang mengiriminya mesin waktu sehingga ia bisa datang menampar dirinya di umur tujuh belas tahun, dan memberitahunya bahwa hidupnya sepuluh tahun kemudian penuh dengan penyesalan. Sayangnya tidak akan pernah ada orang yang datang tiba-tiba datang padanya menawarkan mesin waktu. Kalau pun ada, maka sudah pasti Atsumu tak akan serta merta mempercayainya.


Sekali lagi, Atsumu membanting belakang kepalanya pada sandaran kursi. Tak lama lagi dia akan tiba di Osaka. Kota di mana ia selalu melampiaskan segala kekecewaan selepas kembali dari kampung halamannya. Ia berharap kali ini saja, kota itu memberinya harapan lebih agar tak hanya pelampiasan saja yang bisa ia lakukan.


****


Dua setengah jam perjalanan yang terasa panjang akhirnya berakhir, Atsumu memberesi barang bawaan sebelum keluar dari kereta tanpa lupa memakai topi dan kacamata kamuflasenya. Bukan sekali dua kali dia diikuti oleh awak media di waktu privat, sebab itu ia mengambil langkah preventif dengan menutupi identitasnya.


Menjadi sosok yang dikenal publik itu kadang merepotkan. Segala tindak-tanduknya akan memancing spekulasi banyak pihak. Bagi Atsumu yang menyukai kebebasan, hal tersebut bukanlah hal yang menyenangkan. Kadang ia berpikir, tidak bisakah dia bermain voli tanpa harus menarik banyak perhatian?


Karena selama ini, mimpinya hanya ingin bermain voli dengan bebas.


Atsumu turun dari kereta bersama puluhan penumpang lain. Kendati tak sedikit orang yang melakukan perjalan malam, namun itu tak membuat stasiun padat seperti saat rush hour tiba. Dia bisa berjalan dengan mudah tanpa harus berdesak-desakan berebut eskalator.


Sebelum keluar dari stasiun dia memilih untuk mampir ke salah satu toko oleh-oleh yang dijumpainya pertama kali saat ia berpindah lantai. Sakusa Kiyoomiーsalah satu rekannya dalam timー tidak akan meminta apa-apa, namun beda cerita dengan Bokuto Kotaro dan Hinata Shoyo yang selalu menagih banyak hal saat ia kembali dari kampung halamannya. Osamu sempat menawarkan diri untuk membelikan oleh-oleh sebelum ia berangkat tadi, akan tetapi Atsumu menolak dengan alasan dia tidak ingin membawa banyak barang di kereta. 


Alhasil, sampailah ia di pojok toko saat ini. Bingung memilah oleh-oleh apa yang harus ia beli. Rekan-rekannya cukup cerewet soal makanan, jadi Atsumu harus membeli apa yang belum pernah ia bawa sebelumnya.


Atsumu menatap arloji digital sesaat setelah ia membayar belanjaanya di kasir. Pukul sepuluh lebih beberapa menit. Dia masih punya banyak waktu hingga tengah malam tiba. Mungkin setelah ini Atsumu akan mampir ke rumah makan atau izakaya langganannya yang tak berada jauh dari stasiun.


Dengan dua tas karton pada tangan kirinya, Atsumu merogoh saku mantel untuk mencari kartu IC-nya, sambil kembali bergerak menuju pintu keluar. Di area pintu keluar pun tak begitu ramai, membuatnya lebih waspada apabila ada seseorang yang mengenalinya. Pengalaman terakhir saat ia kembali dari suatu tempat, seorang wanita tiba-tiba datang padanya untuk meminta swafoto bersama. Ia tidak suka.


Atsumu kembali mengantongi kartunya setelah ia berhasil menembus gerbang tiket. Dia berjalan seperti biasa, agar tak menimbulkan kecurigaan bagi belasan orang yang kini berada di sekitar. Sesekali dia akan memperhatikan orang lain yang juga hendak meninggalkan stasiun setelah melakukan perjalanan. Hal yang cukup umum dan biasa.


Sangat biasa, seandainya ekor mata Atsumu tak segera menemukan sosok familier yang kini tengah mengaduk isi tasnya untuk mencari sesuatu.


Atsumu sadar bahwa selama beberapa detik napasnya tertahan dengan kedua maniknya yang terus mengidentifikasi apakah yang dilihatnya bukan hanya bayangan semu setelah nostalgia sepanjang perjalanan Hyogo-Osaka yang baru saja ia lakukan.


"Rei?" Atsumu mencoba memanggil, setelah melepas kacamata kamuflasenya. Sengaja tak begitu keras, agar tak ada orang lain yang menganggapnya berhalusinasi apabila ternyata yang dilihatnya kini hanyalah fatamorgana.


Wanita berbalut pakaian warna gading itu berhenti terfokus pada isi tas, lalu menoleh ke arah Atsumu yang berhenti beberapa meter di depannya.


"Atsumu?"


Atsumu bisa melihat kalau bukan hanya dirinya yang terkejut oleh pertemuan tidak sengaja ini.


"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya pemuda itu kemudian setelah maju beberapa langkah lebih dekat.


"Ah, aku dipindahtugaskan. Kantorku baru membuka cabangnya di Osaka. Mulai bulan ini aku pindah kemari."


Atsumu memanggut, sebelum ia menanyakan apa yang sedang wanita itu lakukan dengan isi tasnya.


"Sepertinya aku meninggalkan ponselku di rumah," jawabnya lemas. Padahal dia harus menghubungi rekannya yang lebih dulu berada di Osaka untuk memberinya tumpangan malam ini.


"Kau tidak menyimpan nomornya?"


"Buku catatanku pun tertinggal."


"Perlukah kutelpon okan, atau Osamu agar dia mengatakannya pada Bibi Kuwamoto?"


Setelah menimbang beberapa saat wanita itu mengangguk setuju. Meskipun rautnya masih cukup cemas ketika ia menunggu Atsumu yang tengah menghubungi ibunya lewat sambungan telepon.


"Ibumu sedang keluar, katanya. Mau menunggu sebentar?" Ujar Atsumu selepas ia mematikan sambungan teleponnya.


"Aku tidak keberatan menunggu, tapi bagaimana denganmu? Kau sibuk, bukan?"


Kesibukan Atsumu setelah ini mungkin hanya berguling di atas kasur. Dibandingkan itu, kebetulan yang mempertemukan mereka ini jauh lebih penting setelah kontemplasi singkat yang Atsumu lakukan bersama nostalgianya tadi. Baginya, ini adalah kesempatan di mana ia bisa memperbaiki masa lalu yang entah apakah itu bisa kembali atau tidak.


Ah, bukankah masa lalu memang tidak bisa kembali? 


Kendati demikian, Atsumu ingin memperbaiki sesuatu yang seharusnya sejak lama ia perbaiki di antaranya dengan wanita ini.


"Aku tahu izakaya di dekat sini. Mau mampir ke sana dulu?"


****


Comments