UshiKano - To Tie You Up

繋ぎ止める

(Tsunagitomeru)

To Tie You Up





꧁༒↞☰☰☰↠༒꧂


Hubungan itu bak wahana roller coaster. Bisa membuatmu merasakan seperti apa itu rasanya gembira, antusias, renjana, sekaligus histeria yang mendalam.  Karena itu pula, Kanoka tak heran jika banyak orang yang teradiksi olehnya. Mendamba untuk diikat dalam lingkaran yang kadang akan membuatmu tak nyaman saat berada di dalamnya.


"Aku ingin bebas."


Itu kalimat yang Kanoka tegaskan saat mereka mulai berusaha membangun sebuah hubungan. Dan Ushijima Wakatoshi; satu-satunya pria yang dengan mantap bilang bahwa Kanoka adalah takdirnya itu menerima proposisinya. Menerima keputusan Kanoka agar pemuda itu tidak mengotorisasi semua gerak yang akan dia lakukan. 


Bukankah semua wanita iri dengan hubungan semacam ini? Hubungan tanpa racun yang tak membiarkan satu pihak mendominasi satu sama lain.


Kanoka benar-benar bebas. Terbang sesuai keinginanku, tapi entah mengapa ia sering kali merasa kebebasannya itu terasa kurang.


Ada yang kurang dalam hubungan mereka yang membuatnya tanpa henti berpikir apakah itu akan berlangsung selamanya.


Tidak ada yang abadi di dunia ini, bukan? Kalaupun itu ada, Kanoka hanya ingin terus bersamanya. Namun sayangnya dia masih belum yakin untuk melangkah lebih maju untuk itu.


Konon, hubungan akan kokoh saat ia disimpul dalam sebuah ikatan. Akan tetapi, Kanoka terlalu ciut untuk menapaki tangga itu. Takut kehilangan kebebasannya, takut oleh limpahan  tanggung jawab yang sebagaimana mestinya. Dan terlebih, dia takut kalau justru akan kehilangan sosok Wakatoshi yang selama ini ia kenal setelahnya. 


Tak jarang kekang yang mengendalikan sebuah hubungan akan memicu seseorang untuk kembali menagih kebebasan. Kanoka tak akan mencari contoh yang jauh, karena orang tua Wakatoshi pun demikian. Karena itu Kanoka tak pernah menanyakan sejauh mana pemuda itu serius membina hubungan dengannya. Dia tidak ingin mempertaruhkan hubungan yang telah mereka jalani selama ini dengan nekat pertanyaan lumrah yang banyak dilakukan oleh wanita lain pada pasangannya.


Kanoka tidak ingin Wakatoshi tertekan karena kewajiban yang sebenarnya tak harus dia bebankan.


"Bisa kita bicara sebentar?" Tanya si pemuda pada suatu hari, setelah mereka menyelesaikan makan malam dan Kanoka berniat untuk membawa piring dan mangkuk kotor ke wastafel untuk mencucinya.


"Tentu," sahutnya.


Dia pikir Wakatoshi hanya akan bicara tentang hal menyenangkan apa saja yang terjadi di latihannya hari itu. Atau mungkin gunjingan yang kerap keluar dari bibirnya tentang rekan setim, meskipun berbincang bukan salah satu keahliannya. 


Namun dugaan Kanoka sirna saat ia melihat Wakatoshi mengeluarkan secarik kertas yang sedikit terlipat dari dalam sakunya bersama kotak merah marun yang bisa Kanoka tebak, pasti berisi perhiasan.


"Aku ingin menunggumu sampai kau siap. Tapi aku tidak tahu kapan itu akan terjadi. Jadi anggap saja ini adalah reservasiku terhadapmu."


Kanoka bergeming. Bingung merangkai kata tentang jawaban apa yang harus ia berikan padanya.


"Kau tidak perlu memberiku jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau mempertimbangkan, apakah aku layak maju bersamamu dalam sebuah komitmen yang lebih jauh lagi, karena ...."


"Karena?"


"Apakah kau pernah berpikir kalau ada sesuatu yang kurang dalam hubungan kita?"


Selama beberapa jenak Kanoka merasa rongga dadanya begitu lega, dia bukan satu-satunya orang yang merasakannya. 


Merasakan eksistensi sebuah jurang yang membuat masa depan mereka terasa tak nampak. Mungkin mereka sama-sama tahu penyebabnya, namun memilih untuk berpura-pura bahwa hal itu tidak ada.


"Aku mencintaimu." Kata Kanoka memantapkan diri. 


Dari sekian banyak hal yang perlu diakui, hal itu adalah yang paling Kanoka yakin saat ini.


"Aku juga. Aku tidak berharap aku akan bahagia bersamamu, karena aku ingin terus bersamamu meskipun aku tidak bahagia nantinya."


Entah, apakah Kanoka harus senang atau sedih mendengar pernyataan itu. Yang jelas sekarang gejolak keinginan akan memiliki Wakatoshi untuk dirinya sendiri terasa membuncah. Dia takut itu justru akan membuat pemuda itu mundur, saat pemuda itu pun tahu bahwa dia tidak akan sebebas dulu.


"Kau bisa mengikatku," tambahnya, melihat keraguan yang mengambang dalam wajah lembut Kanoka yang mudah menampakkan raut kesulitan. "Bukankah itu hal yang lazim dalam sebuah hubungan? Memiliki dan dimiliki. Kita tak melakukan itu sebelumnya."


Kanoka tahu, matanya tak lagi kering saat pemuda Ushijima itu membawa tangannya menggenggam miliknya. Lalu dalam diam, ia menyelipkan cincin bertahtakan berlian itu pada jari manis Kanoka yang panjang. 


Satu pertanda, bahwa mereka akan saling terikat, sekarang dan entah sampai kapan. 


Dalam gemingnya Kanoka berharap ini tak akan pernah berakhir.


ーfinー



Comments