KuroLisa - Lapis Lazuli Rain

Lapis Lazuli Rain

瑠璃の雨


Kuroo Tetsuro x Haiba Alisa


Listening to this song might give you a better reading experience.



***

・・・

耳澄ませば 響いてくる音は

初夏の記憶 紫陽花の季節…


傘もささず 歩こうとする君

遠のく背中、瑠璃色の香り 呼んで


If I strain my ears, the echoing sound is

The memory of early summer, the season of hydrangeas...

You tried to walk away without holding up an umbrella

Your receding figure, lapis lazuli-coloured scent, I was calling out to you

・・・


"Selamat tinggal!" Katamu. Dengan senyum tipis terulas, dan tatapan sendu.


Langit mendung, semendung hatiku yang awalnya cerah karenamu. Karena kau yang selama beberapa waktu ini menjauh, meminta untuk bertemu.


Kau tidak akan tahu seberapa besar rinduku padamu, karena kita tak bisa dan tidak akan pernah bisa untuk saling menengok isi hati masing-masing. Walaupun aku selalu berharap bahwa perasaanku padamu selalu tersampaikan.


Tapi sepertinya tidak.


Kau datang dengan senyuman di tempat pertama kali kita berjumpa. Di awal musim panas, dengan pancawarna yang bermekaran memberi kabar kalau panasnya musim akan segera datang, dan juga mengingatkanku akan musim pertama yang kita lewati bersama.


Kupikir kau akan datang untuk memelukku, lalu memintaku membawamu pergi ke suatu tempat dimana kita bisa menghabiskan waktu. Namun tidak.


Kau datang membawa kalimat perpisahan yang terdengar pedih menyayat.


・・・

さよならは スコールの様にやってきて

かすかな微熱は 君のせい

僕達の為だって言って 手を振るよ

頬伝う 感情の雨


Goodbye comes along like a squall

The faint warmth is because of you

You say it's for our sake, and wave your hand

The rain of emotion streams down my cheek

・・・


Rintik datang. 


Bahkan di tengah hatiku yang biru, langit tak juga bersimpati.


Aku tak pernah suka hujan. Karena dia selalu mengingatkanku tentang hal yang buruk, dan tak jarang ikut menorehkan luka.


Sama seperti saat ini. Ketika perlahan melambaikan tangan dan mulai perjalan. Tetesan itu ikut datang menghujanimu yang tak juga membuka payung dan terus berjalan.


Harusnya kau lari, agar sesak di dadaku karena menatapmu ini sedikit reda denganmu yang menghilang ditelan perspektif. Tapi kau tidak melakukannya. Jalanmu terlalu pelan seolah kau tidak ingin pergi, dan membuatku berharap kalau kau akan kembali berpaling padaku lalu mengatakan kalau ini semua hanyalah gurauanmu saja.


"Ini yang terbaik untuk kita berdua." Begitu katamu sebelum beranjak. Bahkan tanpa memberitahuku alasannya. Kutanya kenapa pun kau beranggap kalau jawabanmu cukup menjadi alasan untuk memaksaku menerima keputusanmu.


Padahal mungkin aku masih bisa menerima kalau memang ada orang lain yang lebih baik, yang bisa menggantikan posisiku. Aku tidak akan merasa bodoh menatap punggungmu yang nampak dingin dengan kilau rambut perakmu yang menjuntai, basah karena hujan. Kalau saja kau mengatakan hal yang sejujurnya.


Apa yang bisa kulakukan sekarang?


Terus menatapmu yang semakin lama makin menjauh, dengan langkah lemah seolah kau pihak yang dicampakan. Padahal kau tahu, aku yang lebih terluka karena ini.


Langkahmu makin tak teratur. Pelan, dan kadang terseok oleh batuan kecil yang seharusnya tak menjadi gangguan.


Hujan makin deras seolah langit memuntahkan amarahnya.


Benar, amarah. Dia tidak sedang menangis seperi yang orang-orang katakan. Setidaknya, itu menurutku.


Aku mengusap pipiku yang dingin oleh terpaan hujan, namun bisa kurasakan ada sedikit kehangatan disana.


Apakah ini air mata?


・・・

濡れた瞼 隠そうとした時

静かにブレた 君の心音は


何を語り 何を伝えようと

してたのだろう? 気付けなかったね だから


When I tried to hide my wet eyelids

The sound of your heartbeat trembled in the silence


What should I have said, what should I have

Tried to tell you? I couldn't have noticed, so

・・・


Saat aku mengangkat wajahku kembali, kau tak lagi tegak berdiri, dan berjalan gontai meninggalkanku. Fokus pandangku berkurang karena air hujan dan juga, air yang terbendung di pelupuk mata.


Namun, aku masih bisa melihat kalau kau telah jatuh terbaring di tengah jalan setapak di mana tak ada orang lain di sana selain kau dan aku.


Rongga dadaku terpukul keras sampai akhirnya aku beranjak dan memburumu dengan langkah paling cepat yang aku bisa.


"Alisa!" Spontanitas membuat bibirku meneriakkan namamu meskipun beberapa menit yang lalu aku ingin melupakan namamu untuk selamanya.


Tubuhmu yang lunglai akhirnya berada di dalam dekapanku dengan mata yang semula tertutup namun perlahan kau berusaha membukanya.


"Tetsu …," kau berbisik lirih. Menyuarakan namaku seperti biasa, lembut, dan aku bisa merasakan cinta di dalamnya.


Nafasmu tak beraturan, pun dengan detak jantungmu yang bisa aku rasakan dalam alunan hujan.


"Apa yang terjadi?" Aku bertanya, tapi kau tidak menjawabnya dengan kata-kata.


Hanya sudut bibirmu yang terangkat menjadi sebuah senyum tipis, dan tanganmu yang perlahan terangkat untuk meraih wajahku.


"Maafkan aku," kau berbisik.


Untuk apa?


Karena kau bermaksud meninggalkanku?


Belum sempat aku mengutarakannya, tanganmu telah terjatuh disusul dengan matamu yang perlahan tertutup.


Hatiku mencelos.


・・・

曇り空降り注いだ 雨、雫

悲しみ 潤む目 隠す為?

傘をさす手を遮り 俯いた

見上げてた 透明な空


The rain that fell from the cloudy sky, these drops

Are they for hiding my sadness and teary eyes?

Holding an umbrella, I covered my eyes with my hand, and cast them down

I looked up at the transparent sky

・・・


Hujan masih mengguyur.


Buket bunga yang masih baru itu pun basah tersia-sia.


Aku menatap namamu yang tertulis di permukaan batu pusara. Sungguh, aku tak pernah ingin melihatnya tertulis di sana.


Titik hujan terasa nyaring menari di atas payung hitamku. Mengingatkanku akan kesepian panjang yang akan datang selanjutnya.


Mungkin mereka benar. Langit sedang menangis. Bersamaku yang dalam diam menangisi kepergianmu.


Aku menurunkan sebelah tanganku yang semula kokoh menyangga payung. Membiarkan butiran air membasahiku dengan intens. Membiarkannya menghapus air mata di wajahku yang kubiarkan menengadah.


・・・

響き合う 心の音 もう無くて

翳した指先 届かない

大切な その瞬き その声も

帰れない あの時のまま


The heartbeats that resound and blend, they no longer exist

I held my fingers up above my head, I can't reach

That precious flicker, and that voice

We can't go back to the way we were at that time

・・・


Ujung jemariku terasa beku saat kuulurkan tanganku, mencoba menangkap tetes hujan yang kian datang.


Ah, kau tidak akan kembali seberapa pun aku berharap.


Kau tidak akan datang menggenggam jariku dan menyelimutinya dalam kehangatan meskipun aku terkulai kedinginan di sini.


Kita tak akan lagi bisa saling memeluk, dan membisikan kata cinta yang membuatku sangat bahagia. Aku tak akan lagi bisa mendengar detak jantungmu yang memberi kejelasan bahwa aku pun masih bernyawa.


Aku, dan kau tidak akan bisa kembali ke waktu itu. Dimana jari kita saling berkait bersama tawa bahagia yang membuatku lupa seperti apa itu kesedihan.


ーfinー



Comments