Miya Twins - Compromise

妥協

(Compromise)



妥協 (名詞)

意見や利害などが対立するときに、互いに譲り合いおだやかに話をまとめること。

[Online Japanese Dictionary]


Compromise (noun)

The settlement of differences by arbitration or by consent reached by mutual concessions. [Vocapture Online Dictionary]



***


Kenapa.


Satu kata dengan beribu tanda tanya, yang kini membubung dalam langit-langit benak Atsumu. Dia tidak pernah berpikir bahwa ini akan terjadi. Bahkan, terbersit sekali pun tidak.


Tapi, kenapa?


Kenapa Osamu memilih jalan yang berbeda dengan yang selama ini mereka tempuh?


Karena dia tak pernah puas oleh satu hal?


Atau karena dia melarikan diri?


Atsumu masih tak habis pikir. Bahkan setelah jangka waktu tiga minggu di mana mereka saling mendiamkan setelah pertengkaran hebat mereka di gimnasium, di tengah latihan.


Kenapa?


Sekali lagi Atsumu mencoba mencari jawabannya sendiri, karena ia enggan untuk bertanya tentang apa yang tengah saudara kembarnya pikirkan.


妥協

(Compromise)

ーa Miya Twins Oneshot Fictionー


Kata hampir semua orang, mereka adalah sobat sedari dalam kandungan. 


Tak pernah ada yang berusaha memisahkan mereka, pun mereka selalu muncul bersama hingga kebersamaan adalah sesuatu yang wajar.


Sangatlah wajar ketika mereka masuk kelas bola voli yang sama sewaktu SD. Wajar pula saat mereka masuk SMP dan bergabung di tim yang sama. Lalu di SMA pun mereka masih bersama, hingga semua orang berpikir bahwa mereka telah merencanakan masa depan yang sama.


Namun itu hanyalah kesalahpahaman orang-orang sekitar, dan Atsumu sendiri yang sampai saat ini pun menganggap bahwa Osamu akan memilih jalan yang sama dengannya. 


Nyatanya tidak seperti itu.


"Aku akan berhenti bermain voli setelah SMA." Begitu kata Osamu, suatu hari sekitar seminggu setelah kompetisi Inter High berakhir. 


Mereka tidak pernah menjadi juara nasional hingga saat ini meskipun julukan penantang terkuat tersemat pada tim mereka. Namun setidaknya Atsumu berpikir bahwa tahun depan, atau beberapa tahun setelahnya, di mana pun mereka berada, mereka akan memenangkan sebuah kompetisi. Bersama.


Namun mendengar kalimat yang Osamu lontarkan, serta merta membuat angannya mengepul dengan segala apa yang diidamkannya hangus terbakar.


Atsumu tidak pernah bermain tangan, setidaknya sampai Osamu memulainya duluan. Tapi saat itu dia meraih kerah jaket saudara kembarnya sambil berkata, "jangan bercanda!" Dengan desibel paling tinggi yang pernah ia lontarkan. "Kau tidak perlu menyerah hanya untuk mempertahankan harga dirimu! Apa bedanya hal itu dengan melarikan diri?!"


Osamu dengan wajah datarnya tak terlihat sedang bercanda. Dia nampak telah memperhitungkan semuanya. "Aku ingin hidup dengan cara lain," ujarnya. "Dan aku sudah memikirkannya sejak lama."


Sejak lama, begitu katanya. Membuat Atsumu cukup terpukul mengetahui kenyataan bahwa semirip apa pun DNA mereka, kenyataannya mereka adalah dua orang orang yang berbeda.


Ia ingat, saat Osamu pertama kali bilang bahwa Atsumu sedikit lebih mencintai voli dibanding dirinya. Memang benar. Buktinya Atsumu tak pernah berpikir untuk berhenti bermain voli meskipun jalan yang ia tempuh tak semulus yang orang kira. 


"Kenapa melanjutkan voli menjadi jaminan bahwa kau yang paling sukses?!" Osamu berkata dengan cukup lantang. Mempertanyakan tentang apa yang tidak pernah Atsumu pikirkan. "Aku tidak akan memutuskan masa depanku dengan berkompromi denganmu, maupun orang lain."


Padahal dia hanya tidak ingin kelak Osamu menyesali keputusannya. Karena menjadi seorang atlet profesional bukanlah sesuatu yang bisa ia mulai kapan pun dia mau. Tapi ketidakmahiran Atsumu dalam mengungkapkannya perasaanya membuat belah pinangnya merasa bahwa dia tengah merendahkan pilihannya.


"Kalau ingin mengolok, tunggu setidaknya sampai kita menjadi kakek-kakek. Jika saat itu kau merasa lebih bahagia dariku, kau bisa bilang bahwa aku memang bodoh!" Osamu menarik kerah jersey-nya, hingga Atsumu tak bisa menyahut dengan jawaban lain selain, "kita lihat saja nanti!"


Setelah itu mereka mulai saling mendiamkan. Padahal tak pernah diam adalah satu nilai dagang kembar Miya yang selalu membuat orang tertarik untuk mampir ke gedung olahraga tempat klub voli berlatih untuk sekedar melihat bagaimana mereka bertengkar.


***


Bagi Atsumu, Osamu bagaikan udara. Yang sudah sewajarnya ada dan mungkin tak akan bisa hidup tanpanya. Terkesan mendramatisasi memang, namun semua orang mungkin bisa membayangkan seorang Atsumu tanpa sosok Osamu. Hanya bocah sok bermulut pedas, meskipun kemampuannya memang sepadan dengan apa yang kemungkinan ia sombongkan.


Tapi tidak, Atsumu tidak sombong. Dia hanya terlalu jujur dengan apa yang dipikirkannya. Persetan apakah itu akan menyinggung lawan bicaranya atau tidak. Dia sudah terbiasa seperti itu. Osamu yang paling tahu wataknya ini. Dan Osamu pula lah yang tak pernah sekali pun membencinya meskipun sebutan 'babi bermulut tiran' kerap kali dia lontarkan sambil menumbukkan tinju pada salah satu sisi wajahnya.


Osamu memang udara baginya. Terlalu wajar untuk ada, dan terkadang Atsumu merasa ia akan sirna apabila belah pinangnya itu tidak ada. Osamu sudah seperti salah satu bagian dari identitasnya. Karena itu dia tidak ingin ia menjauh. 


Ya, Atsumu tahu ini merupakan sebuah keegoisan. Karena sedari kecil pun dia tahu bahwa saudaranya itu cukup tertarik dengan dapur dan segala komposisinya. Tudingan tentang Osamu yang tengah melarikan diri dari impiannya hanyalah satu dari banyak cara yang Atsumu lakukan agar dia tak nampak lemah di mata siapa pun. 


Kendati Osamu cukup menyukai voli, mungkin dia memang tak pernah berpikir untuk menjadikannya profesi untuk hidup. Berbeda dengan Atsumu yang bisa bahagia hanya dengan bervoli saja.


"Aku tidak peduli kalau kau menyesal kelak," ucap Atsumu. Di pagi di awal minggu keempat sejak mereka saling mendiamkan.


"Ya. Aku juga tidak peduli." Osamu masih mengikat tali sepatunya saat si kuning memulai pagi dengan mencoba memprovokasinya.


"Saat itu aku akan sesumbar kalau aku lebih bahagia darimu dengan terus bermain voli."


"Lakukanlah ketika saat itu tiba."


"Aku akan melakukannya."


"Lakukan saja!"


Itu kalimat terakhir yang Osamu ucapkan, kemudian permusuhan mereka selama nyaris sebulan itu berakhir dengan Atsumu yang tak lagi mempeributkan apa yang menjadi pilihan Osamu.


***


Hampir satu dekade terlewat sejak saat itu. Namun ingatan tentang hari-hari di mana mereka masih menjalani segalanya bersama masih segar dalam benak Atsumu. Tinggal cukup jauh dari kampung halaman pun sedikit membuatnya rindu pada pagi yang selalu mereka mulai di tempat yang sama, dan juga malam yang mereka akhiri di tempat yang sama pula.


Minggu lalu ibunya menelpon kalau belah pinangnya itu akan membuka kedai keduanya di Kobe setelah resepsi pernikahan selesai.


Ya, hari ini Osamu menikah. Dengan seseorang yang pernah sekali ia pertemukan dengannya sewaktu final liga nasional tahun lalu di Tokyo. Wanita dengan tipe berbeda dengan yang selalu ia kencani selama ini.


Tentu saja. Mereka adalah orang yang berbeda, kendati pernah membagi janin yang sama. Dan Atsumu tahu bahwa saudara kembarnya itu begitu bahagia dengan apa yang ia jalani, dan apa yang dimilikinya sekarang. Atsumu tak memiliki celah untuk menyombongkan diri bahwa dirinya yang lebih bahagia dengan apa yang dijalaninya hingga saat ini. 


Tak apa. Toh Atsumu tak pernah serius dengan apa yang dikatakannya waktu itu. Dia juga tak pernah berharap agar hidup Osamu ditimpa kemalangan, meskipun dia sering kali menertawakan saat ibunya menelpon menceritakan segala bentuk kecerobohan saudara kembarnya selama ini dengan catatan, "jangan pernah bilang Osamu bahwa Ibu yang memberitahumu!"


Atsumu duduk, menghindari kerumunan di mana dia akan ikut mencolok dengan menerima berbagai pertanyaan tentang kapan ia akan menyusul Osamu dengan menikahi salah satu gadis yang pernah ia kencani. Sayangnya, dia belum berani membawa seseorang untuk menjalin hubungan seumur hidup di mana mereka akan saling terikat satu sama lain. Dalam hal ini, ia merasa kalah. Osamu jelas lebih terampil mengungkapkan perasaannya meskipun ia kerap kali tak berekspresi.


"Kapan kau akan kembali ke Osaka?" Tanya saudara kembarnya itu. Duduk di atas kursi di sampingnya tanpa diundang. Ia meninggalkan kerumunan yang mulai berkurang dan memilih untuk duduk di samping Atsumu.


"Mungkin malam ini," jawabnya.


"Tidak ikut makan malam bersama?"


"Setelah makan malam, maksudku."


"Hm ...."


Hening selama beberapa jenak. Sampai kemudian Osamu kembali menyambung percakapan yang sudah cukup lama tak terjalin di antara mereka.


"Tsumu, apa kau tahu?"


"Apa?"


"Bahagia itu bukan tentang dirimu sendiri saja."


"'Hah?"


"Bahagia yang sesungguhnya adalah, ketika kau bisa mengharapkan kebahagiaan orang lain."


Jeda singkat tercipta sebelum Osamu kembali merajut kata. "ーdan aku selalu mengharapkan kebahagiaanmu."


Beberapa orang masih sibuk berbincang di sekitar mereka. Namun atmosfer yang menyelimuti keduanya meninggalkan keheningan yang dalam hingga Atsumu tidak bisa menyahut dengan kalimat lain selain sanggahan tentang betapa menggelikan kalimatnya itu.


"Apa-apaan kau?! Terdengar sangat menjijikkan"


"Aku hanya ingin jujur padamu setidaknya sekali dalam hidupku."


"Hah?! Maksudmu kau tidak pernah jujur padaku selama ini?"


"Bukan begitu!"


"Lalu bagaimana?!"


Mungkin keributan itu akan berlanjut, kalau saja mempelai wanita tidak tersenyum ke arah mereka lalu memanggil Osamu untuk bergabung bersamanya lagi.


"Aku duluan," ucapnya.


Atsumu hanya mengedikkan bahu. Fokusnya mengikuti ke mana bahu itu pergi.


"Samu!" Panggilnya setelah beberapa langkah terlewati. "Aku juga tidak pernah sekalipun untuk tidak mengharapkan kebahagiaanmu."


"Ya. Aku tahu."


Atsumu menaikan salah satu ujung bibirnya, tersenyum singkat sebelum ia mencari ponsel dalam saku jas yang detik sebelumnya bergetar menandakan sebuah pemberitahuan masuk ke dalamnya. Layar persegi panjang itu menyala dengan sebuah pesan terpampang di sana.


Dari teman lama mereka di klub bola voli, yang tidak bisa datang ke pesta pernikahan karena sibuknya jadwal sebagai pegawai kantoran di pusat kota Tokyo.


Atsumu mengakhiri obrolannya dengan senyum mengemかbang pada kedua sudut bibirnya.Atsumu ....


Ya. Dia bahagia sekarang tanpa perlu validasi dari orang lain tentang itu. Dan dia pun akan lebih bahagia lagi nantinya.


ーfinー




Comments