DaiYui - Roadside

DaiYui
道端


(Roadside)


***


Panas.


Jelas begitu kontras dengan langit yang bahkan detik ini masih berkabut. Matahari nyaris tak menampakkan sosoknya, tapi Yui merasa sekujur tubuhnya panas.


Lebih parah adalah, saat ia menatap ke arah cermin seukuran tingginya. Kemudian ia melihat kedua pipinya yang putih nampak merah merona. 


Tentu bukan karena ia minum alkohol beberapa jam sebelumnya. Pun nyatanya dia hanya minum segelas yang mustahil membuatnya mabuk hingga dia sulit membedakan mana yang ilusi, dan mana yang benar-benar kenyataan.


Kalau ada yang bisa membuatnya mabuk kepayang, maka orang yang hingga beberapa puluh menit lalu bersamanya adalah orang yang patut disalahkan.


***


Semua berawal dari reuni tahunan yang biasa dilakukan oleh mantan pegiat bola voli Karasuno.


Tidak semua orang Yui kenal, tapi ya─sebagian yang datang adalah wajah-wajah familiar yang memenuhi harinya akhir umur belasan.


Termasuk pemuda yang duduk di seberangnya; pemuda lengkap berseragam dengan beberapa lencana pada setelan biru muda yang kini menjadi kebanggaannya. Kalau ada yang absen dari lengkapnya penampilan pemuda itu, mungkin hanyalah topi hitam yang kini terletak di atas meja di samping tangan kanannya.


Sawamura Daichi.


Dulu semua orang yang Yui kenal memanggilnya dengan 'kapten'. Sekarang, seluruh kota menyebutnya 'omawari-san'. Sebuah panggilan yang lumrah diberikan untuk pria berseragam kepolisian.


Yui tak banyak bertukar kata dengannya sejak mereka masuk izakaya. Bukan karena tak ingin, melainkan ia terlalu gugup mendapati betapa gagahnya pria yang dikaguminya bahkan semenjak belasan tahun lamanya.


Dua puluh enam. Tidak salah. Kira-kira itu rata-rata umur kawan seangkatannya sekarang. Yui, juga Daichi sudah bukan lagi remaja yang seringkali meromantisisasi asmara sebagai hal yang paling wajib ada dalam keseharian mereka.


Yui merasa bahwa sudah saatnya ia mencari keseriusan dalam berpasangan. Sayangnya, berbagai pertemuan yang menghiasi kehidupannya selama hampir delapan tahun terakhir ini tak juga membuatnya berpaling sulung Sawamura yang mana saat ini pun masih membuat jantungnya terpacu kala sekali dua kali pandangan mereka tanpa sengaja bertemu.


Yui berubah. Tapi perasaannya pada Daichi tetap sama.


Entah dengan pemuda itu, apakah dia masih tak menyadarinya. Atau justru memilih untuk tak tahu karena Yui bukanlah pilihannya.


Sayang dari hal yang paling disayangkan adalah, Yui sendiri memilih untuk tetap diam. Dengan alasan bahwa hubungan mereka tidak lebih buruk dari ini. Maksudnya, sekarang tidak buruk─tapi Yui tidak ingin mereka tak lagi bicara andai ternyata Daichi benar-benar tak menyukainya.


"Kau benar-benar tidak berubah!" begitu kata Sugawara; satu dari beberapa orang yang tahu perasaan Yui pada Daichi.


Yui tahu apa maksudnya, dan dia tak punya niatan untuk menyangkal kendati sepasang manik hitam itu nampak menelisik ke arahnya dan membuatnya sedikit tak nyaman.


"Sawamura, kau mabuk?" begitu tanya si gadis Michimiya, melihat pujaannya yang jarang memberinya perhatian lebih kini dengan intens menatapnya.


Tolong katakan, siapa yang tidak akan berdebar diperhatikan oleh pemuda yang kau suka selama lebih dari satu dekade? Kalau ada, Yui ingin sekali berguru padanya agar dia bisa memastikan bahwa jantungnya tetap akan berada di posisi yang sama setelah reuni usai.


"Tidak," Daichi menjawab. Dengan fokus menetap pada wajah si gadis yang mulai memerah karenanya.


"Kau mabuk!" Yui bersikukuh.


Dan disetujui oleh Sugawara, "Ya. Dia mabuk."


Sulit untuk memastikan apakah Daichi benar-benar mabuk, namun menurut testimoni dari Sugawara, pemuda itu bukan tipikal orang yang akan ribut saat ia kehilangan kesadaran.


"Antar dia pulang," begitu tambah rekan berambut peraknya itu.


"Kenapa aku?"


"Menurutmu aku yang harus mengantarnya pulang?" Sugawara membalasnya dengan pertanyaan.


Sugawara Koushi sepertinya sudah gila dengan menyerahkan orang mabuk padanya. Tapi, bukankah bersama dengan Daichi adalah sesuatu yang selalu Yui inginkan? 


Mabuk atau tidak, dia tetap seorang Daichi Sawamura.


"Sudah, pulang saja kalian!" Ucap Kiyoko, didukung beberapa pihak yang sepertinya tahu akan perasaan Yui pada sang mantan kapten yang justru lebih dulu beranjak.


"Michimiya," panggilnya. Seolah memberi sinyal agar Yui mengikutinya.


Tidak sepasang dua pasang mata yang menatap gelagat mereka. Bahkan Tanaka cukup usil untuk menggoda dengan kelakarnya, "Jangan lupa undangan pernikahannya, ya!"


Diam kau Tanaka, begitu pekik Yui dalam hati sembari berharap bahwa Daichi tak peduli.


Lalu, sampai lah mereka di sini. Di tengah jalan kecil menuju kediaman Michimiya. 


Benar. Michimiya, bukan Sawamura. Karena pada akhirnya Yui lah yang diantar oleh pemuda berseragam itu hingga depan pintu rumahnya.


Yui sempat panik karena  ayahnya yang begitu protektif kemungkinan akan menyerang Daichi dengan bertanya tentang apa hubungannya dengan anak gadisnya ini. Tapi, Yui ingat ada pertemuan komunitas yang harus dihadiri ayahnya hingga mustahil bahwa mereka akan bertatap muka saat ini juga.


"Kau benar baik-baik saja?" Yui sempat bertanya, saat kakinya menginjak lantai blok melewati pintu pagar. "Aku bisa mengantarmu pulang kalau kau merasa tidak enak badan."


"Dan orang-orang akan menertawakanku sebagai pria berseragam yang diantar seorang gadis untuk pulang?" Daichi tersenyum tipis, yang dalam sekejap membuat kedua belah pipi si gadis merona bak ranumnya kulit persik. Hal macam ini hanyalah satu dari banyak hal yang Yui suka darinya. "Tidak, Yui."


Yui menganga. Begitu terkejutnya ia mendengar si pemuda menyebut nama kecilnya hingga tak bisa berkata bahkan hanya untuk sekedar ber-hah, untuk mengungkapkan rasa kagetnya.


 "─setidaknya, aku tidak akan membuatmu melakukannya."


"Ya?"


"Ayahmu bisa menolakku bahkan sebelum aku memintamu darinya."


"Yaaa?!"


Daichi mabuk. Ia pasti mabuk parah hingga meracau tanpa bisa mengontrol kata-katanya.


"Selamat malam."


Satu kata penutup yang bahkan tak juga membuat Yui bisa tidur dengan tenang semalaman.


***


Beruntung tidak ada latihan yang harus Yui lakukan di akhir pekan kendati kompetisi akan dihelat dalam waktu kurang dari satu bulan. Gadis Michimiya itu tak perlu bangun terburu karena ia tidur nyaris dini hari, sekian jam sebelum malam berganti pagi.


Satu hal yang membuatnya kembali terguncang adalah ketika ibunya mengetuk pintu dan membawa pesan bahwa seorang pemuda bermarga Sawamura datang.


"Demi apa?!" Yui panik mengingat ia masih lengkap dengan atributnya semalam. Tanpa mandi, bahkan sekedar menghapus riasannya yang setengah pudar.


Sial.


Sebegitu kalutnya, sampai ia tak mempedulikan ibunya yang terus mempertanyakan siapa pemuda yang kini duduk di ruang tamu, di bawah sana. Berhadapan dengan ayahnya yang nampak turut penasaran tentang apa maksud dan tujuannya datang.


Bahaya.


Sebelum semuanya tambah kacau, Yui memutuskan untuk menarik paksa lengan pemuda itu tanpa peduli ayah dan ibunya kebingungan dengan setiap langkah yang mereka ayun meninggalkan kediaman Michimiya yang selanjutnya tak lagi damai akibat kelakuan anak gadis mereka.


"Apa yang kau lakukan?" Yui nyaris lupa cara mengatur napas sampai mereka berada cukup jauh dari rumahnya.


"Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak salah paham dengan apapun yang kukatakan semalam."


Ya?!


Yui paling tahu kalau berharap terlalu berlebihan hanya akan membuatnya kecewa. Tapi dia tidak tahu kalau mengetahuinya sejak awal pun tak membuat rongga dadanya yang mendadak sesak itu menjadi lebih baik.


Butuh beberapa jenak sampai Yui berhasil mengendalikan emosinya dan menjawab bahwa tak ada yang perlu Daichi khawatirkan. "Aku tahu, dan turut bahagia apabila kau telah menemukan gadis yang kau suka. Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu, Sawamura!"


Sekalipun harus melewati beberapa malam dalam tangisan, Yui yakin bahwa dia akan berbahagia untuk orang yang ia pikir masih akan terus mengambang dalam benaknya dalam waktu yang cukup lama.


Benar, bagaimana mungkin ia bisa melupakan perasaan akan cinta pertama yang begitu lama ia pendam sepihak?


Yui masih mencoba tersenyum, meski lambat laun ia merasa rongga dadanya semakin sempit dirundung kekecewaan yang makin menyeruak semakin dalam.


"Michimiya, maksudku─"


"Sampai jumpa, Sawamura!"


Gadis itu berbalik, mencoba untuk tak acuh dengan si pemuda yang hendak menyelesaikan kalimatnya. Yui suka suaranya. Dan selalu ingin mendengar setiap kata yang Daichu ucapkan. Tapi, tidak untuk sekarang. Ia memilih untuk tak lebih tersakiti karena Yui tak yakin kalau esok luka itu tidak akan segera hilang.


Tapi Daichi tak berniat untuk membiarkannya pergi tanpa mendengarkan apa yang menjadi maksudnya secara gamblang.


"Kubilang kau salah paham," ucapnya dengan desibel setingkat lebih tinggi dari yang selalu Yui hafal. "Aku mengatakan yang aku katakan semalam, karena aku memang memaksudkannya."


"Ya?" ada kerut di dahi Yui ketika ia mencoba mencerna apa yang tengah Daichi intensikan.


"Kubilang, ya─aku melamarmu. Dan jadilah bagian dari hidupku dari sekarang!"


Haa?!


"Aku merasa tak tuntas mengatakannya semalam, karena itu aku kembali datang, dengan maksud yang sama. Tapi kau menarikku kemari bahkan sebelum aku selesai dengan kedua orang tuamu."


"Kau tidak pernah bilang ini sebelumnya!"


"Ya, karena aku terlalu pengecut untuk memulai hal macam ini."


Yui masih mencoba untuk fokus, dengan mencoba tak mempertanyakan apakah ini nyata atau ilusi belaka.


"─kupikir dengan mabuk, aku bisa mengatakannya dengan mudah. Tapi nyatanya, tidak demikian."


Jeda yang cukup panjang akhirnya membuat Yui sadar bahwa sekarang adalah gilirannya itu memecah keheningan.


"Sawamura aku ...."


"Aku harap jawabanmu tidak akan membuatku kecewa meski aku tak membawa cincin ataupun buket bunga."


"Tidak, aku─"


Yui masih mencoba untuk merangkai kata.


"Aku menunggu."


"Ya."


"Ya?"


"Ya, aku menyetujuinya."


Dan Yui bisa melihat sebuah senyuman merekah dari bibir si pemuda hingga ia merasa dadanya kembali penuh dengan menyambut pelukannya.


─fin─

Comments