Ennoshita Chikara - Present
Present
Ennoshita Chikara x Reader
***
Pemandangan yang kamu lihat pertama kali setelah turun dari bus adalah jalanan masih dipenuhi pernak-pernik natal yang sebagian memutih. Tertutup oleh salju tipis yang mengguyur semalam.
Tiga puluh menit perjalanan dari Yukigaoka menuju ibukota prefektur; Sendai yang biasanya membuatmu bosan dengan setengah perjalanan dipenuhi jajaran pohon dan pegunungan terasa begitu cepat ketika sosok di sebelahmu adalah seorang Ennoshita.
Kamu nyaris tidak bisa tidur semalaman, memikirkan bahwa hari ini kalian akan menghabiskan waktu bersama. Meski hanya sebatas pergi ke toko buku, dan menemaninya membeli beberapa.
"Kurangin tololnya!" Begitu pesan Chizuru, rekan satu tim di klub bola voli saat pagi tadi ia menjadi sasaranmu untuk melampiaskan kegelisahanmu tentang hari ini.
Bukan tanpa alasan, karena kamu yang paling tahu kalau kamu terlalu jujur mengungkapkan apa yang kamu rasakan, sampai lawan bicaramu kadang tak lagi menganggapnya serius. Dan itu yg terjadi pada hubunganmu dengan Chikara selama satu tahun belakangan ini. Dia tidak pernah menganggap sinyal pendekatan darimu adalah sesuatu yang serius.
"Tokonya di sana," Chikara menunjuk bangunan di ujung jalan yang juga masih berhias pernak-pernik natal berupa lampu iluminasi, dan bola mengkilap warna-warni di sekitar pintu masuknya.
Kamu mengikuti langkah Chikara yang menyesuaikan frekuensinya dengan kecepatanmu.
Toko tidak begitu ramai kendati saat ini sudah masuk liburan musim dingin. Mungkin karena orang begitu malas keluar di hawa seperti ini. Kamu pun. Seandainya tidak ada Chikara yang─dengan terpaksa─ mengajakmu, maka mungkin saat ini kamu akan tetap meringkuk di bawah selimut, menikmati liburan akhir tahun yang akan berakhir begitu singkat.
Chikara menilik rak demi rak di kategori buku yang ia cari. Tak ingin mengganggunya, kamu memilih untuk melihat beberapa majalah dan komik.
"Mau beli juga?" Tanyanya.
"Nggak. Cuman liat aja."
Karena kamu sudah membeli volume terbaru dari komik yang tengah kamu lihat itu. "Udah dapet bukunya?"
Chikara mengangkat satu jilid buku di tangannya. Dan kamu hanya ber'oh', menanggapinya. Tidak menyangka dia berhasil menemukan apa yang dicarinya dalam waktu sekejap. Dan kamu belum menuntaskan hajatmu untuk bertanya, perihal kado ulang tahun yang mungkin dia inginkan.
"Mau langsung pulang sekarang?"
"Emang lo ga mau beli apa-apa gitu?"
"Mm, mungkin nggak di sini sih."
"Ya udah, ayo cari!"
Kamu bersorak, dalam hati.
Chikara membawa bukunya ke kasir, lalu membayarnya sekejap. Setelah itu kalian keluar dari toko buku dan mulai mencari destinasi lain.
"Jadi mau beli apa?" Tanyanya, lagi.
Kamu berpikir keras selama sepersekian detik untuk membalas pertanyaannya. "Mama cari spatula baru, buat nyambut tahun baru katanya."
"Itu sih di Sakanoshita juga ada kan?"
"Yang lama beli di situ. Katanya mau yang lain."
"Oh─,"
Kamu tidak tahu apakah Chikara hendak meneruskan kalimatnya, atau sekedar ingin berkomentar pendek saja. Namun sekarang ekor matanya sudah beralih ke arah kedua tanganmu yang sekarang nyaris beku tanpa pelindung.
"Lho, sarung tangannya mana?"
Kamu mengikuti arah fokusnya. Nampaknya kamu lupa menyarungkan lagi benda itu setelah melepasnya beberapa saat di toko buku.
"Ah, iya. Gue masukin ke saku tadi," jawabmu sambil merogoh saku mantel yang kamu pakai. Tapi hanya satu saja yang berhasil kamu temukan. "Lho, kok?"
"Nggak ada?"
Kamu tertawa getir.
Dibilangin, tololnya dikurangin!
Chikara hanya menghela napas singkat, sebelum kemudian membuka tas punggungnya. Dia mengeluarkan bungkusan kecil berpita, dan menyerahkan padamu.
"Apaan?"
"Kemarin beli, buat tukar kado sama anak-anak klub voli. Tahun kemarin kado gue nyasar ke Yachi. Kali aja tahun ini sama, ke Yachi apa ke Kak Kiyoko. Tapi gue keburu inget, kalo di klub lebih banyak pejantannya. Jadi gue beli lagi kemarin. Dan kado gue yang dapet Tsukki. Bisa bayangin nggak muka asem dia kalo dapet sarung tangan cewek?"
Kalian tertawa.
"Tapi nggak papa buat gue?" Tanyamu.
"Mau nggak?"
"MAU BANGET!"
"Ya udah. Dipake ya. Jangan sampe ilang deh."
"Kalo dari Chika sih nggak bakal ilang. Apalagi kalo dikasih hati, gue jaga banget deh jangan sampai ada yang nyuri."
"Mulai deh!"
Tuh kan, dikira nggak serius.
Kalian terus berjalan beriringan, mencari toko yang sekiranya menjual barang yang kamu inginkan. Chikara nampak serius, sementara kamu terus memutar otak tentang hadiah ulang tahun yang sama sekali belum terpikir akan berbentuk apa.
Sampai akhirnya fokusmu berhenti pada etalase sebuah toko, dan tanpa ragu kamu segera memburu pintu masuk untuk menemukan benda yang sempat menjadi sasaranmu dari luar tadi.
"Kalo mau belok bilang-bilang dong, bikin kaget aja." Chikara mengomel pendek.
Kamu tidak membalas. Meraih topi rajut di rak display, lalu mendekatkannya ke wajah Chikara.
"Apaan?"
"Diem!"
Selesai. Kamu membawanya ke kasir, masih diikuti oleh Chikara yang tidak tahu menahu apa maksudnya.
Hanya saja matanya membulat saat kamu menyerahkannya sekitar beberapa meter setelah kalian meninggalkan toko.
"Buat gue?"
"Iya."
"Buat apa? Kalo balesan sarung tangan, sumpah gue nggak minta balesan."
"Sarung tangannya juga makasih. Gue seneng banget. Tapi emang gue pengen beli ini buat lo."
"Iya, tapi dalam rangka apa?"
"Ulang tahun."
Chikara diam beberapa jenak.
"Selamat ulang tahun, Chik," katamu. "Gue mau tanya lo pengen apa dari kemarin. Tapi nggak kesampean melulu. Terus liat lo nggak pake topi, padahal dingin banget, jadi pas lewat toko tadi gue kepikiran buat beli topi."
Chikara masih diam.
"Kaget ya gue tau tanggal ultah lo?"
"Mm, nggak tau sih kaget apa nggak. Tapi kalo gini kan gue bisa makin salah paham."
Kamu melihat dengan canggungnya Chikara menggaruk tengkuknya, yang kamu rasa sedang tidak gatal.
"Salah paham gimana?"
Lalu pikiranmu melesat kembali ke pesan yang ia hapus semalam.
"Chik, gue nggak pernah bohong kok tiap gue bilang kalo gue suka sama lo."
Chikara yang sempat mengalihkan fokusnya ke arah lain pun kembali kepadamu, "ya?"
"Lo mungkin nggak percaya karena gue suka bercanda. Temen-temen gue juga bilang kalo gue tololnya nggak ketulungan. Sampe sekarang pun gue mikir gue ini tolol karena nggak bisa presentasi perasaan gue dengan baik. Tapi gue suka sama lo, beneran."
Kamu diam, menunggu jawabannya. Sambil sesekali mencuri pandang, menilik ujung hidungnya yang memerah karena dingin, namun kali ini merahnya menular ke dua belah pipinya.
"─dan chat yang semalem lo unsent itu, gue baca lewat notifikasi."
Chikara masih belum menjawab. Tapi tangannya bergerak menerima bungkusan yang masih berada di tanganmu.
"Mau pakein nggak?"
Sesegera mungkin kamu mengangguk, kemudian mengeluarkan topi yang sudah kamu beli untuknya.
Chikara mendekat, dan menunduk. Tapi kamu tidak berani bersitatap, dan bertemu langsung dengan fokusnya.
"Maaf ya─,"
Deg.
"Maaf bikin lo ngelakuin sejauh ini."
Deg, deg.
"Andai gue lebih berani, pasti ceritanya lain."
Kamu masih berusaha mencerna, tentang apa yang sedang Chikara bicarakan. Dan kali ini, kamu tidak lagi menghindari tatapannya.
"Chik, gue nggak ngerti."
Tapi Chikara hanya tersenyum. Meraih salah satu tanganmu, menggandengnya sepanjang jalan.
"Jadi mau beli spatulanya di mana?"
Oh iya, harus beli spatula. Meski itu hanya alasanmu agar bisa lebih lama bersamanya.
***
Comments
Post a Comment